Mantan Kepala Dinas Tata Ruang dan Permukiman (Distarkim) Bekasi Porkas
Pardamean serta dua kontraktor pelaksana proyek pembangunan Depo Arsip,
Serius Taurus Nababan dan Dapit Sinaga menjalani sidang perdananya di
Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (19/9/2012). Tidak hanya Porkas, kasus ini juga menyeret dua terdakwa lainnya yang
merupakan kontraktor Komisaris PT Monteleo Perkasa Dapit Sinaga dan
Direktur PT Monteleo Perkasa Cabang Bekas Serius Taurus Nababan.
Hanya
Porkas dan Dapit yang ajukan eksepsi kepada majelis hakim pengadilan Tipikor. "Perbuatan terdakwa yang
mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 194 juta diancam dalam pasal 2
ayat (1) jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 jo pasal
55 ayat 1 ke 1 KUHP," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang
pembacaan dakwaan yang digelar di ruang sidang III Pengadilan Tipikor
Bandung.
Dengan dakwaan subsider, yaitu, pasal 3 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20
tahun 2001. Ancaman hukuman maksimal atas dua pasal yang dijerat yaitu
20 tahun penjara, belum lagi denda atau uang pengganti kerugian negara.
Atas
dakwaan tersebut, Porkas yang mengenakan kemeja bergaris dan didampingi
kuasa hukum menyatakan akan mengajukan "Kami meminta waktu 1
minggu untuk mengajukan eksepsi," ujar kuasa hukum Porkas. Sidang dengan
agenda pembacaan surat dakwaan, para terdakwa dianggap bersekongkol
melakukan korupsi hingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp. 194
juta.
Dalam uraian dakwaannya, dijelaskan bahwa korupsi ini
bermula saat Distarkim mengumumkan lelang proyek kegiatan pembangunan
Dipo Arsip dengan anggaran dari APBD 2010 sebesar Rp 5,8 miliar. Porkas
sebagai Kepala Distarkim menjadi kuasa pengguna anggaran (KPA)
sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk kegiatan tersebut.
Selanjutnya Distarkim pun membuka lelang umum melalui media massa.
Mengetahui
adanya pengumuman lelang di media massa, Dapit sebagai komisaris PT
Monteleo Perkasa di Jakarta mendaftarkan diri sebagai peserta lelang
hingga akhirnya ditetapkan sebagai pemenang tender dengan nilai tender
Rp 4,8 miliar. "Para terdakwa bersepakat melakukan korupsi di
mana awalnya Serius mengetahui bahwa pemenang tender merupakan PT
Monteleo Perkasa dari saksi Kamsirun. Kemudian Serius menanyakan, apakah
Kamsirun mengenal orang dalam dari PT Monteleo Perkasa, kemudian
Kamsirun menyatakan mengenal Dapit Sinaga. Sementara Serius mengaku
mengenal orang dalam di Pemda dan telah direkomendasikan sebagai
pelaksana kegiatan sehingga Serius minta dipertemukan dengan Dapit,"
tutur JPU dalam sidang yang digelar di ruang sidang III Pengadilan
Tipikor Bandung, Jalan LRE Martadinata, Rabu (19/9).
Setelah
dikenalkan oleh saksi Kamsirun, Serius pun mengatakan bahwa dirinya
mengenal orang di dalam Pemda dan telah direkomendasikan sebagai
pelaksana kegiatan pembangunan. Namun karena tidak memiliki perusahaan
yang bergerak di bidang jasa konstruksi, sehingga Serius tidak bisa
mendaftar lelang. "Karena itu Serius meminta agar Dapit
menyerahkan proyek tersebut pada Serius dengan meminjamkan
perusahaannya," kata JPU.
Atas tawaran Serius tersebut, Dapit
kemudian membuatkan PT Monteleo Perkasa cabang Bekasi di mana Serius
dijadikan sebagai direkturnya dengan imbalan Rp. 80 juta.
Pengalihan
tersebut dianggap telah menyalahi aturan karena kegiatan tersebut
seharusnya tidak bisa di subkontrakkan. Apalagi PT Monteleo Perkasa
Cabang Bekasi belum mendapatkan pengesahan sebagai badan usaha berhak
melaksanakan kegiatan tersebut. "Sejarusnya PT Monteleo Perkasa
bertanggungjawab penuh atas kegiatan tersebut dan tidak dialihkan ke
Serius yang tidak mendaftarkan diri pada lelang kegiatan," jelas JPU.
Pelaksanaan proyek tersebut, pelaksana tender dengan nilai Rp 4,8
miliar akan menerima bayaran secara bertahap dalam 4 termin. Di mana 25
persen nilai kontrak akan dibayarkan jika pembangunan mencapai 30
persen, pembayaran kedua sebesar 30 persen jika pembangunan mencapai 60
persen, pembayaran ketiga 20 persen jika sudah mencapai 80 persen dan
pembayaran keempat atau terakhir sebesar Rp 20 persen dari nilai kontrak
jika pembangunan selesai 100 persen.
Dalam proses
pembangunannya, Serius mengajukan surat ke Porkas untuk memohon uang
muka terlebih dahulu sebesar Rp 20 persen yang disetujui Porkas. "Dalam
proses pembangunan yang dilakukan oleh Serius selalu mengalami
keterlambatan dan tidak sesuai dengan jadwal. Sehingga Pejabat
Pengawasan Teknis memberikan surat teguran pada Porkas selaku PPK untuk
ditindaklanjuti. Namun oleh Porkas teguran tersebut ada yang disampaikan
oleh Porkas, ada juga yang tidak," katanya.
Pembangunan yang
telah dilakukan oleh Serius yaitu sebesar Rp. 3,7 miliar di mana
perhitungan sampai termin ketiga, padahal pekerjaan yang dilakukan
seriusn hanya 75 persen. Sehingga seharusnya nilai yang didapat tidak
sampai Rp. 3,7 miliar karena cara pembayaran bertentangan dengan etika
pengadaan. "Dari 17 item yang ada, terdapat selisih volume 10
persen dari ketentuan yang ada. Sehingga berdasarkan audit perhitungan
kerugian negara oleh BPKP terdapat kerugian negara sebesar Rp. 194 juta,"
tutur JPU. (Coen).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar