Halaman


Prabowo Subianto For Presiden

Rabu, 13 Januari 2010

Melorotnya Genteng Sekolah

Hari ini capek sekali. seperti biasa saya jalan lagi kebeberapa tempat yang harus saya datangi. Seperti pesan pimpinan redaksi tentang kredibilitas laporan; faktual, kritis dan tetap santun. Hal tersebut menjadi patokan dalam melakukan aktivitas tidak lanjut laporan atau rutinitas "memburu" berita.

Ada hal menarik ketika menengok sekolah yang sedang direhab di Duren Jaya. Tepatnya SDN Duren Jaya VI. Biasa kita dengar kejadian saat syuting atau audisi ada kemben melorot. Kali ini yang terjadi adalah genteng yang melorot dan pecah berantakan. Kondisi sekolah yang agak berantakan, ketidaksiapan pelaksana dan ketidaksesuaian pemberitan beberapa teman dengan kenyataan dilapangan.

Krisman Rusandi kasi kelembagaan dikdas pada Dinas Pendidikan Kota Bekasi yang ditemui dilokasi dengan segenap kemampuannya mencoba menjelaskan kronologis sesungguhnya. Sayang situasi dilapangan tidak cukup mendukung. Ada beberapa keanehan. Contoh kecil adalah flapon yang tidah optimal diperbaiki dan bahkan ada yang belum sama sekali diperbaiki. Penurunan Baja ringan, yang menurut Krisman sebagai ganti yang rusak, juga sama sekali tidak membantu dan atau apalagi meringankan.

Di lokasi juga ada polisi bernama Agus yang menjelaskan detik-detik saat genteng melorot. Agus sambil membuka catatannya dalam buku besar yang kebetulan ia bawa dari polsek Bekasi Timur menceritakan melorotnya genteng terjadi pukul 03.30 WIB tanggal 8 Januari 2009. Dalam catatannya tertulis 50 unit genteng yg jatuh pecah berantakan. Hasil penyelidikannya ada baja ringan yang “meleyot”. Sedangkan Krisman mencoba memperhalus bahanya menjadi sekedar turun. Lalu difoto pasca genteng melorot terlihat bangunan itu sepintas atap hampir sempurna. Anehnya, baja ringan diganti secara cepat namun sampai dengan saya bahkan DPRD Kota Bekasi datang masih diturunkan dan kemudian disusun lagi (yang baru ditukar).

Sontak teman-teman saya tetap tidak puas atas penjelasan panjang lebar staf disdik tersebut diatas. Pertanyaan seputar tekhnis pelaksanaan sampai dengan spesifikasi bahan bangunan yang digunakan terlontar semua. Sayang argumentasi pada akhirnya menjadi debat kusir. Argumentasi staf bahwa anggaran yang digunakan adalah Dana Alokasi Khusus (DAK) yang bersumber dari APBN 2009 yang alih-alih disebut dengan hibah menjadi argumentasi pamungkas. Padahal menurut saya pribadi, pertanggungjawaban dan kualitas pekerjaan serta evaluasi hasil pekerjaan temenjadi ukuran keberhasilan penyerapan anggaran.

Saya langsung berkesimpulan bahwa situasi operasional SDM pemkot masih ajeg dan belum berubah ke arah yang lebih menggembirakan. Dalam kontek Good Government dan Clean Government semestinya aspek-aspek administrasi aturan, tekhnis sampai dengan report adalah sebuah sistem yang bekerja dan menjadi acuan. Dana DAK sebesar Rp. 12,65 milyar adalah jumlah yang tidak sedikit. Disaat masih banyak bangunan sekolah yang memerlukan perhatian serius untuk diperbaiki atau bahkan rehab total.

Banyak kerancuan ditemukan dilapangan. Sayang sekali DPRD Kota Bekasi juga tidak dapat maksimal melaksanakan perannya. Saya berpendapat kedatangan yang dilakukan DPRD Kota Bekasi menjadi kurang arti. Tidak ada notulensi, hanya berdebat dan tidak mungkin akan melahirkan solusi versy peran mereka. Besaran masalahnya adalah DAK dan pengimplementasiannya di 29 sekolah dan 48 ruang perpustakaan sekolah. Artinya tidak hanya yang sudah “melorot” itu.

Kesan itu saya dapat dari aktifitas, komentar dan interaksi yang terjadi. Alangkah sepelenya eksekutif dan legislatif dalam memaknai berbagai penyerapan anggaran kalau ujung-ujungnya hanya tinggal memperbaiki administratif dan dilupakan. Padahal masyarakat berharap sinergi elemen-elemen tersebut agar kualitas pelayanan masyarakat dapat meningkat. Refleksi saya pribadi betapa anggaran yang notabene uang rakyat itu hanya dihargai dengan telah diserap dan DPRD sudah lihat dan setuju. Padahal impian banyak orang adalah pemerintahan yang bersih dan baik.

Ya, karena dari sanalah awal dari peningkatan kesejahteraan masyrakat akan berangkat. Dalam obrolan lepas dengan staf diknas bahkan dapat dianalisa bahwa audit pemerintah pusat itu sangat menakutkan, sekolah mau terima DAK karena ada bahasa hibah. Sedih sekali hati ini mendengarnya. Banyak warga sudah berfikir tentang pendidikan bahwa pemerintah itu “the best interest for the children”, lah kok masih ada yang mentok pikirannya pada, “diaudit ngga ya? Lalu yang audit BPK apa Cuma BPKP wilayah Jabar?”. Aduh, masih berapa banyak situasi seperti tersebut ditemukan di institusi pemerintah Kota Bekasi . Sehingga keberanian alokasi pendidikan gratis sampai SMU memiliki target ideal dengan waktu yang terukur, agar masyarakat beranjak sejahtera lahir batin. (Don).