Halaman


Prabowo Subianto For Presiden

Kamis, 03 Desember 2009

STASIUN KA BEKASI AKAN DIBANGUN MODERN


Stasiun kereta api (KA) Kota Bekasi pada 2010 akan dikembangkan secara modern untuk mengantisipasi peningkatan jumlah penumpang serta memberikan kenyamanan kepada mereka.

Kepala Stasiun KA Kota Bekasi, Eman Sulaiman, di Bekasi Selasa mengatakan, stasiun tersebut nantinya akan dibangun bertingkat dengan peron kereta api berada di bawah.

"Stasiun kereta api Kota Bekasi akan lebih bagus dari Stasiun Gambir dengan posisi peron di atas atau terminal kereta Tanah Abang dengan peron di bawah," ujarnya.

Di bagian atas stasiun, nantinya akan diisi dengan ruangan kantor, tempat penjualan tiket serta makanan, sedangkan bawah bisa digunakan oleh penumpang untuk menunggu kereta.

Eman juga menyatakan, sejalan dengan pembangunan stasiun moderen itu juga akan dibangun shelter stop pemutar di Bulak Kapal Bekasi Timur.

Shelter tersebut akan berguna bagi kereta untuk pindah jalur sehingga tujuan kereta bisa lebih banyak dan bervariasi.

Pembangunan shelter tersebut terkait dengan pembangunan double-double track hingga kereta rel listrik yang semula hanya sampai ke Bekasi, rute-nya bisa diperpanjang sampai ke Cikampek.

Eman menyatakan, pertumbuhan penumpang kereta api dari terminal Kota Bekasi untuk tujuan ke Jakarta mencapai 12 persen per tahun, sementara ke kota lain di pulau Jawa delapan persen per tahun.

Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad menyambut baik rencana pembangunan stasiun KA moderen tersebut.

"Selama ini kereta api telah menjadi moda transportasi yang makin diminati karena bisa menjangkau berbagai wilayah dengan cepat, di tengah tuntutan warga akan kecepatan dan kenyamanan angkutan umum," ujarnya.
(*)Stasiun kereta api (KA) Kota Bekasi pada 2010 akan dikembangkan secara modern untuk mengantisipasi peningkatan jumlah penumpang serta memberikan kenyamanan kepada mereka.

Kepala Stasiun KA Kota Bekasi, Eman Sulaiman, di Bekasi Selasa mengatakan, stasiun tersebut nantinya akan dibangun bertingkat dengan peron kereta api berada di bawah.

"Stasiun kereta api Kota Bekasi akan lebih bagus dari Stasiun Gambir dengan posisi peron di atas atau terminal kereta Tanah Abang dengan peron di bawah," ujarnya.

Di bagian atas stasiun, nantinya akan diisi dengan ruangan kantor, tempat penjualan tiket serta makanan, sedangkan bawah bisa digunakan oleh penumpang untuk menunggu kereta.

Eman juga menyatakan, sejalan dengan pembangunan stasiun moderen itu juga akan dibangun shelter stop pemutar di Bulak Kapal Bekasi Timur.

Shelter tersebut akan berguna bagi kereta untuk pindah jalur sehingga tujuan kereta bisa lebih banyak dan bervariasi.

Pembangunan shelter tersebut terkait dengan pembangunan double-double track hingga kereta rel listrik yang semula hanya sampai ke Bekasi, rute-nya bisa diperpanjang sampai ke Cikampek.

Eman menyatakan, pertumbuhan penumpang kereta api dari terminal Kota Bekasi untuk tujuan ke Jakarta mencapai 12 persen per tahun, sementara ke kota lain di pulau Jawa delapan persen per tahun.

Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad menyambut baik rencana pembangunan stasiun KA moderen tersebut.

"Selama ini kereta api telah menjadi moda transportasi yang makin diminati karena bisa menjangkau berbagai wilayah dengan cepat, di tengah tuntutan warga akan kecepatan dan kenyamanan angkutan umum," ujarnya.
(Oblonk.)

Rabu, 02 Desember 2009

PERBAIKAN JALAN MASIH MENJADI PRIORITAS

Sekitar 25 persen, atau lebih kurang 235 kilometer, dari keseluruhan panjang ruas jalan di Kota Bekasi, yang mencapai 940 kilometer, diperkirakan rusak, dengan tingkat kerusakan bervariasi. Pemerintah Kota Bekasi kembali menganggarkan ratusan miliar rupiah untuk peningkatan, perbaikan, dan perawatan jalan pada tahun anggaran 2010.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Bidang Bina Marga di Dinas Bina Marga dan Tata Air Kota Bekasi Lindon.

Jalan KH Noer Alie/Jalan Inspeksi Kalimalang, misalnya, masih terdapat lubang di beberapa ruasnya, terutama jalur menuju Kota Bekasi. Meskipun tidak dalam dan lebar, lubang di tengah jalan tersebut mengganggu pengguna jalan. Kondisi jalan berlubang juga terpantau di ruas Jalan Chairil Anwar, Bekasi Timur, dan di beberapa ruas di Jalan Pekayon-Jatiasih.

Di Jakarta, jalan berlubang terdapat di jalur Jalan MT Haryono, terutama di depan ruang pamer mobil Suzuki, pompa bensin Shell, dan Kentucky arah ke Tebet. Sebagian besar jalan yang berlubang atau terkelupas adalah jalan yang ditambal tahun lalu.

Selanjutnya, jalan berlubang tampak di sekitar Pancoran dan di depan Gedung BAKN, Cawang, Jakarta Timur. Demikian pula sebagian Jalan TB Simatupang dan Jalan Sutoyo.

Jalan rusak bergelombang dan berlubang terlihat di Teluk Gong dan Jalan Perintis Kemerdekaan, Jakarta Utara. Sementara itu Jalan Basuki Rahmat dan Jalan RS Sukamto yang terletak di tepian Banjir Kanal Timur, Jakarta Timur, kondisinya saat ini membahayakan karena lumpur yang menumpuk di atas aspal kian tebal, seiring kian banyaknya truk-truk pengangkut tanah galian proyek BKT.

BEKASI BUTUH JALAN LAYANG

Dibutuhkan sedikitnya tiga jembatan layang apabila proyek empat jalur rel kereta Manggarai (Jakarta)-Cikarang (Kabupaten Bekasi) akan dibangun di Kota Bekasi. Jembatan layang itu diperlukan agar akses dari kota Bekasi ke wilayah Bekasi utara dan sebaliknya tetap lancar.

Jembatan layang dibutuhkan antara lain di ruas Jalan Perjuangan (Bulanbulan), Jalan H Agus Salim (Pasar Proyek), dan Jalan Pahlawan (Bulak Kapal). ”Saat ini, ruas jalan tersebut merupakan perlintasan sebidang,” kata Sekretaris Daerah Kota Bekasi Tjandra Utama Effendi.

Ruas Jalan Perjuangan berada di perlintasan Stasiun Bekasi. Jalan tersebut menghubungkan wilayah kota, Jalan Ir H Juanda, dan kawasan Bekasi utara, di antaranya mulai dari Margamulya, Harapan Baru, hingga ke Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi. Jalan Perjuangan dikenal sebagai jalur yang sangat sibuk setiap harinya.

Adapun ruas Jalan H Agus Salim merupakan akses dari kawasan kota/Pasar Proyek ke Kantor Kecamatan Bekasi Timur dan perumahan di Bekasi Timur serta menjadi akses ke wilayah Tambun, Kabupaten Bekasi. Begitu pula Jalan Pahlawan, Bulak Kapal, merupakan akses ke Bekasi Timur dan cukup ramai dilintasi kendaraan.

Informasi yang diperoleh dari pihak Stasiun Bekasi, pembangunan jembatan layang Jalan Perjuangan sudah masuk dalam rencana pengembangan jalur kereta api Manggarai-Cikarang. Pembangunan jembatan layang Jalan Perjuangan tersebut direncanakan bersamaan dengan pembangunan jembatan layang di Cipinang dan pembangunan DDT Bekasi-Cikarang.

Menurut Tjandra, PT Summarecon Agung Tbk siap menjadi investor pembangunan jembatan layang, yang rencananya dimulai dari Jalan Ahmad Yani sampai ke Jalan Mochtar Tabrani, Bekasi Utara. Akan tetapi, pembangunan jembatan layang itu masih terbentur perizinan.

Selasa, 01 Desember 2009

RESENSI MENGURAI KESALAHAN PEMBANGUNAN KOTA

Kota Jakarta, serta mayoritas kota besar lain di Indonesia, mencerminkan kebijakan tata kota yang gagap. Berbagai masalah-seperti kemacetan lalu lintas, kerusakan lingkungan, kriminalitas, urbanisasi, kemiskinan, dan pengangguran-tak henti meneror warga. Kota yang semestinya menawarkan kenyamanan untuk tinggal dan beraktivitas justru berkembang sebagai kawasan
yang tidak ramah bagi penghuninya.

Gedung bertingkat, pertokoan, mal, atau perumahan begitu cepat menjejali berbagai sudut kawasan sehingga kota seakan hanya dibuat untuk melayani pasar. Saat bersamaan, komunitas lokal bersama budayanya semakin terdesak ke pinggir. Warga menjadi apatis, dan rasa memiliki mereka terhadap kota berangsur lenyap.

Apa sesungguhnya yang terjadi di kota-kota di Indonesia? Sebuah buku berjudul Kota Tanpa Warga karya Jo Santoso menguraikan akar masalah perkotaan yang sudah lama merundung negeri ini. Bagi Jo Santoso, keterpurukan kota-kota di Tanah Air sebagai akibat dari akumulasi kesalahan dari serangkaian kebijakan, strategi, dan pengembangan program perkotaan selama 25 tahun lebih.

Strategi pengembangan perkotaan bermasalah karena dilepaskan begitu saja kepada mekanisme pasar bebas yang berideologi neoliberalis. Padahal, pasar hanya berorientasi pada kepentingan kelompok kuat, terutama pemilik modal dan investor, sedangkan hajat bersama seluruh warga malah terabaikan. Akibatnya, kota tumbuh secara instan, tidak rasional, dan tak memiliki visi dalam menghadapi globalisasi.

Kebijakan pengembangan kota nyaris dikungkungi kepentingan elite semata, yaitu pemerintah dan pemodal. Dan warga tidak pernah dilibatkan untuk menentukan apa, di mana, kapan, dan untuk apa fasilitas dibangun di kota itu. Warga pun tercecer, kota kehilangan partisipasi mereka, dan terancam ditinggalkan penduduk yang berkualitas.

Contoh konkret kebijakan yang tidak menenggang warga adalah kota tidak berniat menyediakan ruang publik bagi warga. Setiap ruang diperebutkan antarkelompok. Padahal, konsep kota modern memperkenalkan ruang privat dan ruang publik, yang merupakan milik bersama yang penggunaannya ditentukan secara bersama. Ruang publik yang terbuka menjadi sarana untuk menyemai tenggang rasa, toleransi, serta menghidupkan sisi keberadaban manusia.

Pengembangan kota harus dikendalikan agar tumbuh sebagai tempat hidup yang sehat dan berkualitas. Semua pemangku kepentingan dari berbagai lapisan masyarakat dilibatkan dalam penentuan tata kota. Kota harus dikembalikan pada fungsi dasarnya sebagai permukiman yang memenuhi kualitas standar, sekaligus dikembangkan lebih inovatif lagi agar memiliki fungsi penting dalam struktur hierarkis sistem global kota dunia.

Jo Santoso menawarkan tiga strategi pengembangan kota, yaitu peningkatan standar livability sebagai indikator untuk mengukur kualitas kota sebagai permukiman, pengembangan dan pembinaan kawasan, serta pembangunan institusi khusus untuk pembiayaan. Dalam praktiknya, permukiman kota hendaknya dibangun dengan mengacu pada nilai-nilai komunitas yang memiliki latar belakang sejarah dan budaya tersendiri (tipologi kuarter). Manusia dan ruang hidup atau habitat harus dianggap sebagai kesatuan yang utuh.

Buku setebal 238 halaman ini dibagi dalam enam bab. Bab I mengulas kota sebagai konsep peradaban; bab II tentang urbanisasi, globalisasi, dan disintegrasi fungsi kota; bab III tentang transformasi sistem perkotaan dan strategi menghadapi era global; bab IV tentang tiga strategi menuju pengembangan kota yang berkelanjutan; bab V menyoroti Surabaya sebagai studi
kasus kelahiran kota modern; dan bab VI mengupas modernisasi kota berbasis
tipologi kuarter.

Sesuai judulnya, buku ini menohok kenyataan, pembangunan kota-kota di Indonesia menafikan partisipasi warga. Warga tidak dihitung sebagai manusia yang berhabitat dalam ruang, tetapi menjadi angka semata. Terjadilah apa yang disebut “kota tanpa warga”.

Dalam situasi semacam itu, masyarakat kehilangan kesempatan untuk meretas budaya dan peradaban. Padahal, menurut Jo, kota merupakan pusat kultural dan peradaban, sumber identifikasi diri penduduknya. Kota-kota besar dunia, seperti Beijing, Roma, Athena, Paris, dan London, tak hanya merupakan pusat ekonomi dan kekuasaan, melainkan sekaligus simbol peradaban (halaman 28).

Jo Santoso adalah doktor lulusan arsitektur di Hochschule der Kunste Berlin Barat, Jerman, tahun 1981. Tak hanya berbekal wawasan akademis, dia juga sempat terlibat dalam perencanaan sejumlah proyek kota baru, seperti Bumi Serpong Damai (BSD), Lippo Karawaci, dan Bukit Semarang Baru. Saat ini dia dipercaya sebagai Ketua Program Magister Pengembangan Kota dan Real Estate di Universitas Tarumanegara, Jakarta.

Latar belakang akademis dan pengalaman Jo cukup tergambar dalam buku ini. Untuk memahami persoalan kota sebagai cermin kebudayaan, misalnya, pembaca diingatkan sekilas sejarah kota-kota di dunia, sejak masa prasejarah, kota-kota tua seperti Mesopotamia dan Mesir, hingga kota-kota modern di dunia. Pembaca lantas disodori masalah urbanisasi dan globalisasi yang memengaruhi perkembangan kota.

Pengalaman kerja Jo sebagai arsitek terasa saat mengurai kesalahan-kesalahan yang menyebabkan malfungsi sistem kerja institusi perkotaan di Tanah Air, disertai beberapa contoh kasus. Studi kasus Surabaya sebagai kota modern memperlihatkan ketekunan penulis dalam menyibak aspek sejarah sejak abad ke-13 Masehi serta aspek pembentukan kota seiring dengan perkembangan sosial-politik pada masa kerajaan Jawa, kolonial, hingga kemerdekaan.

Kehadiran buku ini jelas turut melengkapi kelangkaan literatur tentang tata
kota karya penulis-penulis Indonesia, seperti Eko Budihardjo (Kota Berwawasan
Lingkungan), Marco Kusumawijaya (Kota Rumah Kita), dan Hadi Sabari Yunus
(Manajemen Kota: Perspektif Spasial). Dibandingkan penulis lain, Jo cukup
berhasil merumuskan gagasan dengan landasan berpikir yang runut, argumentatif,
dan sebagian terasa filosofis. Beberapa renungannya patut dipertimbangkan oleh
elite politik di negeri ini demi melahirkan kebijakan tata kota yang lebih
baik.

Hanya saja, kritik Jo Santoso terhadap strategi pengembangan kota-kota di Indonesia tidak disertai paparan yang jelas tentang tipologi kota yang diidealkannya itu. Tanggapan ini juga disinggung pengajar Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Jakarta, F Budi Hardiman, dan Guru Besar Planologi ITB Bandung Timmy Firman .

KONSEP PEMBANGUNAN KOTA

Berbicara mengenai pembangunan kota, adalah bicara mengenai konsep-konsep pembangunan. Konsep pembangunan kota harus memiliki dan punya beberapa dimensi dan esensi. Esensi pembangunan. Ideologi pembangunan. Strategi pembangunan. Dimensi taktis pembangunan. Dan dimensi prakmatis pembangunan.

Untuk mengetahui sejauhmana konsep-konsep itu, berikut ini wawancara dengan Hesti, Lembaga Pengkajian dan Penelitian Kebijakan (LP2K).

“Ketika kita bicara tentang konsep pembangunan perkotaan, dan harus lebih spesifik lagi, harus bicara tentang konseptual,” katanya memulai pembicaraan.

Kota adalah suatu entitas yang utuh. Ada relasi fungsi sosial ekonomi, politik, budaya, dan lainnya. Prosesnya bukan serta-merta, ada begitu saja. Ada suatu proses kultural panjang.
Hubungan dan fungsi dalam konteks struktur dan sistem kota, mestinya ada sistem tata ruang yang diekplisitkan. Fungsi tata ruang itu, harus fungsional. Ada hubungan saling mempengaruhi dan tidak berdiri sendiri.

Kota merupakan suatu entitas yang sistemik atau utuh. Itu hal pertama yang harus dipakai. Sebagai suatu entitas yang utuh, apa pun realitas kota, merupakan wahana hidup bagi seluruh warganya. Dengan daya dukung material ke wilayahan apa pun yang ada di kota itu. Pada konteks seperti ini, hal mendasar yang harus diperhatikan adalah, bagaimana sumber daya kota secara materiel dan non materiel, menjadi wahana hidup bagi seluruh warga.

Kota mesti punya peran menjembatani berbagai kehidupan masyarakatnya. Baik secara ekonomi, budaya, politik, dan lainnya. Dalam konteks ini, warga harus punya daya hidup, sebagai pedagang, pengrajin, pegawai atau lainnya.

Secara sosial, kota memiliki relasi antarkelompok ethnik. Sebagai realitas warga, warga juga punya hak dan daya hidup, sebagai kelompok sosial, ekonomi, atau politik. Semua mesti mendapat layanan dan tidak dibedakan. Artinya, sebagai suatu entitas yang dimiliki, tak hanya individu, tapi juga entitas kemanusiaannya.

Meski begitu, ada hak tradisional yang tidak bisa diganggu gugat. Perkembangan lingkungan, seperti kota dan pedesaan, tanpa sentuhan dari luar komunitasnya, punya otoritas mengembangkan kemampuan dan lingkungan sosial. Komunitas itu secara kultural akan berkembang dengan kebutuhan tadi.

Selain itu, ada komitmen internasional yang sangat universal. Bahwa, semua manusia punya sepuluh hak dasar. Misalnya, hak yang sama untuk hidup, beragama, sosial, hidup layak, dapat mengakses air, kesehatan, pendidikan, seni, budaya, dan hak atas lingkungan hidup.

Lalu, sejauhmana hal itu sudah dilakukan atau terpenuhi?

“Itu yang jadi pertanyaan kita bersama,” kata Hesti. Setiap warga, apakah sudah merasa hidup nyaman dan aman, ketika bekerja atau menjalani kehidupan lainnya. Nyaman dan aman dalam hal ini adalah, ketika orang bekerja, ia tidak kuatir akan dipecat. Ketika orang berjualan, tidak kuatir akan dirazia dan digusur, dan sebagainya.

Menurutnya, secara keseluruhan hal itu belum terpenuhi. Apalagi ketika melihat berbagai fenomena sosial tentang perkampungan dan kota. Semua masih menyisakan sesuatu yang bermasalah.

Salah satu contoh, rekomendasi yang dihasilkan dalam Rakernas Apeksi, misalnya. Yang menganjurkan pemenuhan hak dasar. Bahwa, semua kota harus bisa memenuhi hak dasar warga kotanya. Ini merupakan semangat bersama, bagaimana pembangunan kota mesti dilakukan.

Konsep pembangunan kota harus dilihat secara makro dengan memahami esensinya. Yang bisa menjamin hak hidup setiap orang. Sehingga setiap orang memiliki harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh. Bisa hidup, bertempat tinggal, bekerja dengan baik, dan sebagainya. Ada rasa aman dan nyaman, dalam menjalani semua itu. Bahwa, sejahtera, diartikan bukan pada jumlah materi yang dimiliki. Tapi, juga pada hidup itu sendiri. Hal ini, yang akan menjaga stabilitas manusia, dan alam sekitarnya.

Pembangunan kota harus berpegang pada sesuatu yang bersifat ideologis. Dalam artian, pembangunan mau dibawa kemana. Kalau konteks ideologi dikembalikan pada substansi hidup di Indonesia, berarti orang harus bisa memenuhi apa yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Yaitu, ikut memajukan kesejahteraan bangsa, menjaga ketertiban dunia, berdasarkan keadilan sosial, dan lainnya.

Dalam pembangunan harus ada ideologi. Dalam kontek menuju proses pembangunan, berdasarkan kebijakan, maka kebijakan pembangunan mengacu pada amanat negara. Yang mengadung kewajiban dari pemerintah, secara strategis dan dalam konteks pembangunan. Mesti ada langkah ideologis, menyangkut masa depan.

Strategi dalam hal ini, bagaimana pembangunan harus dirancang, direncanakan dan dikelola. Karena, bicara mengenai pembangunan, tidak bisa bicara mengenai rentang pembangunan kota dalam jangka waktu pendek. Misalnya, jangka waktu lima tahun. Pembangunan harus direncanakan secara jangka pendek, menengah dan panjang. Apa saja langkah strategis yang harus dibuat. Tahapan dan pencapaian harus jelas.

Yang menjadi pertanyaan mendasar, apakah pembangunan kota punya rencana pembangunan strategis secara holistic atau menyeluruh. Ketika bicara mengenai pembangunan kota secara holistik, maka harus bicara mengenai banyak hal. Misalnya, hak warga untuk hidup. Hak sungai untuk terus mengalir. Hak tanah untuk tetap hidup dan menjadi wahana bagi setiap orang. Sehingga setiap mahlug di lingkungannya terjamin. Nah, yang jadi pertanyaan. Ada atau tidak, langkah strategis seperti ini.

Perencanaan strategis harus mengandung aspek sejarah. Sejarah ekonomi. Sejarah Sosial. Sejarah politik. Jadi, mesti ada kerangka, membangun kota kedepan seperti apa.

Bicara mengenai kota, harus bicara mengenai sistem tata ruang kota dan harus dikelola dengan baik. Sistem tata ruang menjadi referensi pembangunan bagi pemerintah, swasta maupun rakyat. Selama sistem tata ruang tidak disusun dengan baik, berdasarkan relasi-relasi fungsional, maka tidak akan pernah tertata dengan baik.

Salah satu contoh, relasi fungsional misalnya pembangunan pusat pertokoan. Ketika pertokoan dibangun, kehidupan di sekitarnya juga terkait. Pusat pertokoan dibangun tanpa harus mengganggu lingkungan pemukiman di sekitarnya. Tapi, bagaimana lingkungan sekitarnya bisa dipelihara dengan baik. Sehingga pekerja di pertokoan bisa tinggal di pemukiman tersebut.

Seharusnya, pusat pertokoan juga memberi ruang pada komoditas di sekitarnya, untuk ditampung di pertokoan. Pembangunan pusat pertokoan, seharusnya tidak mematikan pedagang kecil.

Relasi perusahaannya harus diterjemahkan secara visual dan konseptual. Begitu pula unit-unit pengembangan masyarakat, akan terkait dengan soal-soal ekonomi, budaya, perumahan dan pemukiman. Bagaimana sistem penataan dan perumahan di kota, memberi ruang pada yang tinggal di lingkungannya, tidak merasa terganggu kenyamanan dan kenikmatan dalam hidup.

Menurutnya, dalam sejarahnya ada problem pembangunan di Indonesia. Ketika pembangunan masih bersifat sentralistik, ada berbagai rencana tata ruang. Semua diberikan dari pusat, padahal realitas sehari-hari dihadapi pemerintah daerah.

Ketika otonomi daerah masuk, maka rencana pembangunan strategis daerah, mesti dikaitkan dengan kewenangan otoritas daerah, untuk mengelola daerahnya. Sekarang ini, kewenangan daerah secara operasional atau teknis sangat tinggi. Wilayah taktis, ketika rencana kerja disusun, harus bekerjasama dengan siapa. Apa problem pembiayaannya. Apa program pengorganisasian. Relasi fungsional dan struktural.

Ketika wilayah taktis ini dilakukan, maka rencana strategis menjadi acuan dari pemerintah untuk melakukannya. Di dalam proses pembangunan kota, harus dimasuk terus. Jadi, ada suatu proses bersama yang bisa mendorong proses pembelajaran di pemerintahan, masyarakat, LSM, dan lainnya.

Dalam pembangunan kota, ada proses pelembagaan. Dalam konteks ini, Pemerintah kota, dapat memanfaatkannya secara maksimal dan memutuskan secara prakmatik. Pembangunan kota harus bisa melihat, problem yang tidak bisa ditunda waktunya. Misalnya, orang perlu makan, kerja, harus ada langkah-langkah praktis dalam jangka setahun, setengah atau lainya yang diterjemahkan dalam APBD. Diterjemahkan dalam program masyarakat dan lainnya.

Konteks pembangunan kota secara umum, harus bisa menjelaskan hal itu dengan baik. Seorang pemimpin, apakah itu gubernur, walikota, bupati, camat, hingga kepala desa, harus bisa menerjemahkan lima dimensi esensi pembangunan. Ideologi pembangunan. Strategis pembangunan. Dimensi taktis pembanngunan. Dan dimensi prakmatis pembangunan.

Kalau ini bisa dikuasai, tidak akan terjadi prakmatisme pembangunan yang materialistik. Seolah-olah, hanya karena kebutuhan investasi, segera ingin tampak berhasil sebagai walikota atau gubernur, hal ini segera dilakukan.

Ini prakmatis yang fandalistik yang selalu dimanfaatkan kekuatan penguasa pasar dan punya modal. Ini yang selalu menjadi ancaman bagi warga, sehingga tidak nyaman tinggal di lingkungan, karena selalu dianggap kumuh. Sementara di lingkungan yang dianggap kumuh itu, ada pekerja kota, konsumen, warga sebagai konstituen pembangunan, penyelenggara pemerintah, dan lainnya.

Pembangunan kota tidak boleh meninggalkan sejarah, atau menghilangkan pencapaiannya pada bangunan bersejarah. Hal ini harus dilihat, agar proses pengembangan sosial, proses kesejarahan budaya, bisa ditandai dengan baik. Sehingga tidak ada budaya fandalis. Ketika membangun sesuatu, harus menghancurkan yang lama. Bangun kemudian. Namun, kalau toh itu harus dilakukan, harus dibicarakan dengan publik.

Pembangunan kota harus ada proses teknis dan program pembelajaran kota. Yang lebih populis dan humanis. Sehingga pemerintah bisa lebih punya legitimasi secara politik, demokrasi, dan pemerintahan yang transparan. Hak dasar manusia harus diperhatikan.

Nah, dalam rangka menuju kesana, tentu pemerintah daerah tidak boleh dibiarkan melakukan proses itu sendiri. “Orang atau lembaga yang peduli, seperti, jurnalis, LSM, akademisi, harus diorganisasikan untuk mengawal proses ini,” kata Hesti.□

Senin, 30 November 2009

Tanggul Kali Citarum Bekasi Longsor

Bekasi - Tanggul tanah Kali Citarum di Kampung Kedung lotong, Desa Bantarjaya, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, longsor terkikis air hujan.

Longsornya tanggul tanah itu membuat warga di sekitarnya resah karena tanggul sewaktu-waktu bisa jebol dan dapat merendam rumah-rumah warga, demikian wartawan ANTARA melaporkan, Selasa.

"Saya khawatir akan terjadi peristiwa longsor susulan yang dapat mengakibatkan rumah warga terendam air. Terlebih saat ini sudah memasuki musim hujan," kata Uem (31) warga setempat.

Menurut Uem, pascaperistiwa longsor yang terjadi sekitar pukul 01.00 WIB malam tadi, kondisi tanggul mulai terancam jebol. Alasannya, pondasi tanah penahan tanggul setinggi dua meter telah terkikis sepanjang 200 meter.

"Bila terjadi peningkatan debit air, tanggul itu tidak akan kuat menahan derasnya arus Kali Citarum sehingga dikhawatirkan jebol. Sebanyak 50 Kepala Keluarga di sekitarnya sudah pasti terkena dampak banjir," kata Uem.

Dikatakan Uem, peristiwa tersebut disebabkan oleh intensitas curah hujan yang cukup tinggi selama lebih kurang tiga jam. Saat peristiwa berlangsung, warga disekitarnya tengah tertidur.

Sementara itu, Marzuki (45), warga setempat mengaku khawatir tertimbun longsor karena rumahnya tepat berada di sekitar lokasi tersebut.

"Saya khawatir longsor susulan dapat mengakibatkan korban jiwa. Sebab, hujan selalu terjadi pada malam hari di saat saya dan keluarga sedang tertidur pulas," ujarnya.

Warga berharap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi melalui Dinas Bina Marga dan Pengairan segera melakukan tindakan antisipasi dengan memperbaiki tanggul yang longsor dengan pembuatan turap.

"Kami sangat berharap Pemkab segera melakukan langkah antisipasi sebelum terjadi korban jiwa akibat peristiwa serupa," ujar Marzuki.

Secara terpisah, Kepala Desa (Kades) Bantarjaya, H. Arto, membenarkan peristiwa tersebut. "Saya sudah mendapatkan desakan dari warga untuk segera berkoordinasi dengan Pemkab Bekasi melakukan perbaikan tanggul," katanya.

Menurut Arto, keluhan itu sudah disampaikan kepada pihak terkait untuk segera melakukan penurapan di sepanjang Kali Citarum yang rawan terjadi longsor.

"Saat ini sudah terjadi keresahan di kalangan warga setempat. Bila tidak segera direalisasikan, saya khawatir bisa berdampak pada timbulnya korban jiwa," kata Arto.

Hal senada juga disampaikan Camat Pebayuran, Arman M IShak. Menurutnya, keterbatasan anggaran yang dimiliki Pemkab Bekasi menjadi kendala terhambatnya upaya normalisasi Kali Citarum hingga mengakibatkan peristiwa tersebut.

"Hampir setiap pekan keluahan masyarakat terkait normalisasi kali Citarum saya sampaikan langsung kepada Bupati. Mudah-mudahan awal tahun 2010 permintaan itu dapat direalisasikan," katanya.
(Oblonk.)

Enam SKPD Bekasi Didaftar Ke ISO 9001

Bekasi - Enam satuan kerja perangkat daerah Kota Bekasi telah didaftarkan ke Internasional Organisation For Standardization (ISO) dalam meningkatkan pelayanan yang berstandar internasional kepada masyarakat.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bekasi, Dadang Hidayat, di Bekasi, Minggu, mengatakan, target ISO 9001 itu diharapkan bisa dicapai pada 2010 mendatang dan dampak yang bisa dirasakan masyarakat adalah perubahan perbaikan pelayanan dan ketepatan dalam pengurusan.

Ke-enam SKPD itu adalah Badan Pengelolaan Perijinan Terpadu (BPPT) khususnya untuk Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Dinas Perhubungan, Bappeda, Dinas Pendidikan, Disdukcapil dan Dinsos.

Sebelumnya Dinas Pengawasan dan Penataan Bangunan (P2B) sudah terlebih dahulu didaftarkan ke ISO 9001.

Ia menyatakan, secara bertahap dinas lain akan diupayakan bisa didaftarkan dan lulus dalam mendapatkan sertifikat ISO 9001.

Pemberian ISO dilakukan dalam mengukur seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh SKPD tersebut kepada masyarakat, sehingga akan memacu semangat para pejabat yang ada didalam bidang-bidang tersebut.

"Mereka secara tidak langsung dituntut untuk bisa lebih baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat," ujarnya.

Nantinya tim yang melakukan penilaian dalam ISO akan melakukan cek silang dan melihat langsung pelayanan yang diberikan. Penilaian nantinya dilakukan oleh pihak luar sehingga hasilnya murni.

Dadang berkeyakinan keenam SKPD tersebut akan meraih predikat ISO 9001. Keyakinan itu dilandasi dari pelayanan yang sudah dilakukan Pemkot Bekasi sudah cepat, praktis dan efisien.

Ketua DPRD Kota Bekasi, Azhar Laena mengatakan, untuk mendapatkan predikat ISO harus dibarengi keseriusan dari seluruh pejabat di setiap SKPD.

"Jangan sampai, hanya gara-gara mengejar target mendapatkan sepotong sertifikat ISO baru mulai giat memberikan pelayanan. Harusnya pelayanan dimulai sejak sekarang dan manfaatnya bisa dirasakan langsung masyarakat," ujarnya.

Ia menyatakan keinginan untuk mendapatkan ISO 9001 itu patut didukung bila nafasnya untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat serta meningkatkan PAD.(Oblonk.)

Bekasi Buat Perda Kawasan Bebas Rokok



Bekasi - Pemkot Bekasi akan membuat peraturan daerah untuk menetapkan kawasan-kawasan tertentu sebagai daerah bebas asap rokok sebagai tindak lanjut dari pemberlakuan Peraturan Wali Kota Nomor 89 tahun 2008.

Kepala Badan Pengedalian Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bekasi Dudy Setyabudhi, di Bekasi, Kamis, mengatakan, pemberlakuan kawasan bebas asap rokok baru terwujud di kantor pemerintahan setempat, meski belum semua kantor menyediakan ruangan untuk merokok.

"Hingga kini kita melihat masih terus menggugah PNS dan pejabat untuk tidak merokok di ruang kerja dan sekitar lingkungan kantor pemerintah," katanya.

Untuk ruangan dengan pendingin serta yang ada pegawai wanita, menurut dia, biasanya sudah bebas asap rokok. "Kita maunya tidak ada lagi asap rokok di ruang publik, termasuk kantor pemerintahan," ujarnya.

Ia juga menyatakan, ratusan PNS akan menjalani pemeriksaan paru-paru, terutama bagi perokok berat.

Menurut Dudy, Pada 2010 akan diupayakan Rancangan Peraturan Daerah yang memuat ketentuan larangan merokok di tempat umum, seperti puskesmas, ruang kerja, dan sekolah. Rancangan yang akan diajukan ke dewan itu juga akan menyebut nilai nominal denda.

Bila Perda itu sudah diberlakukan, kata dia, nantinya tempat umum seperti mal, kantor perusahaan swasta, dan fasilitas umum harus menyediakan ruang khusus merokok.

Di kota Bekasi, ruang khusus merokok baru ada 24, tersebar di Kantor Wali Kota, Kantor Kecamatan serta Kelurahan.

Seorang wanita pegiat organisasi Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT), Mira (34), menyambut baik keinginan Pemda membuat perda larangan merokok di tempat umum.(Oblonk.)

BANYAK BALITA DI BEKASI TERINFEKSI HIV





Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Jawa Barat, menyatakan, sebanyak 18 anak usia di bawah lima tahun di wilayah itu dinyatakan positif mengidap HIV.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi Retni Yonti, mengkonfirmasi, data itu merupakan informasi terakhir yang didapat pihaknya melalui sejumlah rumah sakit di kota itu.

”Mayoritas penularan penyakit tersebut didapat pasien dari orangtuanya saat masih berada dalam kandungan. Sebagian lagi terdeteksi pada usia tiga tahun,” katanya.

Gejala penyakit HIV pada anak balita, ungkap Retni, dapat terlihat dari seringnya buar air besar dan tidak kunjung sembuh. ”Gejala awalnya adalah muntah dan buang air besar yang tidak sembuh-sembuh,” kata Renti.

Ia meminta perhatian kaum ibu untuk waspada jika ada anak balita yang memiliki gejala serupa. ”Kaum ibu perlu mewaspadai gejala tersebut meski tidak mutlak merupakan penyakit HIV, untuk antisipasi dini,” ujar Retni.

Retni mengemukakan, suami istri yang rentan terinfeksi HIV disarankan secara rutin memeriksakan diri ke rumah sakit guna pencegahan. Sementara bagi ibu hamil yang mengidap HIV, disarankan agar proses persalinan melalui operasi sesar agar bayi tidak tertular.

”Ini dilakukan untuk mengontrol penyebaran virus tersebut karena penyakit ini tidak bisa disembuhkan. Namun, virusnya bisa dihambat perkembanganya ke stadium lebih tinggi dengan cara memberi obat,” ujarnya.

Terkait penyakit AIDS, menurut Retni, di Kota Bekasi terdapat sedikitnya 579 pasien dalam proses perawatan. Penderita umumnya tidak tahu mengidap virus itu dan bingung untuk berobat.

Retni mengakui, program penanganan HIV/AIDS belum sepenuhnya berjalan baik kaena terbatasnya klinik layanan HIV/AIDS di Kota Bekasi.

Meningkat

Secara terpisah, Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mitra Sehati Novan Andri Purwansjah, mencatat adanya kecenderungan peningkatan pasien HIV/AIDS di Kota Bekasi sebanyak 10 persen per tahun. ”Jumlah tersebut hingga kini telah menempatkan Kota Bekasi berada pada peringkat ke dua se-Jawa Barat sebagai wilayah penderita HIV/ADIS tertinggi,”

Kasus penularan tertinggi diakibatkan oleh pengguna jarum suntik di kalangan anak muda. ”Sebanyak 80 persen disebabkan penggunaan jarum suntik, lainnya pengaruh seks bebas,” ujar Novan. (Oblong).