Para buruh yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Buruh sepakat
menggelar aksi mogok kerja nasional pada 3 Oktober. Mereka menuntut
penghapusan sistem tenaga alih daya. Mereka ngotot menilai sistem ini
telah merugikan kalangan buruh. ”Dipastikan kami akan menggelar
mogok kerja nasional pada 3 Oktober mendatang. Tidak hanya mogok kerja,
kami akan melakukan aksi turun ke jalan,” kata Edi Santoso, Presidium
Sekretariat Bersama (Sekber) Buruh, di sela-sela rapat akbar buruh yang
dihadiri ratusan buruh dari beberapa organisasi buruh dan pekerja di
kantor Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jakarta Utara, Minggu
(23/9/2012).
Sebelum menggelar rapat akbar, ratusan buruh
menggelar aksi damai di depan area Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Setelah itu, mereka berpawai bersama menggunakan sepeda motor dan bus
kota menuju kantor Sudin Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Utara.
Pihak kepolisian mengawal aksi tersebut.
Edi pun menyerukan
kepada para buruh peserta rapat untuk tidak hanya berdiam selama mogok
kerja, tetapi ikut aksi turun ke jalan yang direncanakan akan digelar di
sejumlah titik kawasan industri di Jakarta dan Bekasi. Seruan
itu disambut para buruh yang hadir dari sejumlah organisasi buruh dan
pekerja yang tergabung dalam aliansi Buruh Jakarta Bergerak.
Edi mengatakan, aksi mogok kerja nasional itu akan dilakukan secara damai. ”Tuntutan kami adalah penghapusan sistem kerja outsourcing (tenaga alih daya) dan politik upah murah karena itu sangat merugikan buruh,” kata Edi.
Tidak
hanya wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, tetapi aksi
mogok nasional juga dirancang akan digelar serentak di kota-kota lain,
seperti Cirebon, Bandung, Batam, Semarang, dan Surabaya. ”Persoalan
sistem kerja kontrak ini adalah masalah buruh secara nasional karena
itu harus diperjuangkan buruh secara bersama-sama, secara nasional
pula,” ujar Edi.
Koordinator Sekber Buruh Michael menyatakan,
Sekber Buruh akan melakukan konsolidasi dengan semua serikat buruh untuk
bersama-sama melakukan mogok nasional pada 3 Oktober mendatang.
Tuntutan utama yang diusung adalah penghapusan sistem tenaga alih daya
dengan mencabut pasal-pasal yang membenarkan sistem itu, yakni dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Selain
itu, juga menuntut perbaikan komponen hidup layak (KHL) dalam penentuan
upah minimum yang diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2012, dari 60 komponen menjadi 86 sampai 122
komponen. ”Harusnya tanpa diminta, tanpa dituntut, tanpa perlu
ada mogok kerja nasional, pemerintah wajib menjalankan amanah
menyejahterakan buruh,” paparnya.
Abdul Rosyid, Koordinator Buruh
Jakarta Bergerak, aliansi 18 organisasi buruh dan pekerja se-Jakarta,
menyatakan akan terus menggalang dukungan dan melakukan koordinasi
dengan sejumlah organisasi dan aliansi organisasi buruh lainnya.
Pihaknya
belum bisa memperkirakan jumlah buruh yang akan mengikuti aksi mogok
kerja nasional itu. Menurut Rosyid, mogok kerja nasional merupakan jalan
terakhir yang harus ditempuh kalangan buruh. Selama ini, para
buruh berulang kali menyuarakan penghapusan sistem tenaga alih daya,
tetapi tidak membawa hasil. ”Upaya-upaya perundingan bipartit dengan
perusahaan ataupun dengan pemerintah sudah sering ditempuh,” katanya.
Rosyid
menyampaikan, UU No 13/2003 tidak mampu melindungi buruh. Dengan sistem
kontrak, masa depan pekerjaan buruh tak pasti karena tidak pernah
diangkat jadi karyawan tetap. Hak-hak buruh layaknya karyawan tetap juga
tidak diperoleh. ”Banyak yang bekerja bertahun-tahun tetap tidak diangkat jadi karyawan tetap,” katanya.
Kondisi
itu diperburuk rendahnya upah minimum provinsi (UMP). Ia mencontohkan,
UMP DKI Jakarta tahun 2012 sebesar Rp 1.529.150 per bulan. Upah itu
sudah tidak layak lagi. Hal ini karena tingginya biaya hidup di Jakarta. ”Nilai itu hanya cukup untuk bertahan hidup,” ujar Rosyid. (wan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar