Kamis, 26 Juli 2012
KOMPOR-LOG (BUKAN MONOLOG LHO) MENGGUGAH AZAB (ANDI ZABIDI)
Kami berjalan dari kantor pusat pemerintahan Kota Bekasi menuju gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi sambil sesekali berteriak dan menghujat zat-zat yang sebenarnya dekat, tapi harus kami yakinkan hanya dengan suara keras dan teriakan. Mulai dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), Polres, Pengadilan, Kejaksaan Negeri, sampai akhirnya Rista Dewi dan kawan-kawan kami sumpah serapahi.
Tahunnya agak lupa, entah 2005 atau 2006, namun kemarahan Walikota yang dituduh membuat Surat Keputusan (SK) agar jalan-jalan tender dapat dikerjakan tanpa proses pelelangan masih diingat dengan baik. Bukan hanya e-communicator yang hampir beliau lempar, tapi juga kegeraman karena anak buahnya tidak lagi dipanggil dengan gelar dan dan sapaan "pak" membuatnya gelisah; walau akhirnya beliau menjabat tangan kami satu-persatu untuk meminta maaf.
Kami buka lagi cerita perjalanan yang melintasi Ir. H. Djuanda-Pramuka-Veteran-Hasibuan dan berakhir di Chairil Anwar dengan ratusan nasi bungkus yang ada diantaranya dibagi dua dengan pengunjuk rasa pasar Pondok Gede. Setelah setengah dasawarsa, kami coba ungkapkan perasaan dulu bahwa mafia hukum memang benar-benar begundal jalang dan setan alas yang setiap hari sudah seperti hidung dan oksigen.
Satu hal yang kami harus konfirmasi, bahwa Andi Zabidi sesungguhnya bukan sekedar ketua DPRD Kota Bekasi seperti yang selama ini kita tahu dan kenal dengan baik. Kalau anda tahu argo meter kendaraan pribadi maupun kendaraan dinasnya, sesungguhnya dia sudah seperti Pasha, Andi Arif, Denny Indrayana dan perpanjangan mulut bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Hanya spesifikasinya agak berbeda, dialah yang banyak memberi atau kontribusi tentang mafia hukum, dialah yang membuat presiden RI mengerti makna pembangunan seutuhnya dan pembangunan yang ramah lingkungan. Kenapa? Karena biar jelek-jelek gitu kami tahunya Andi Zabidi atau Azab adalah saudagar kecil-kecilan di Kota Bekasi yang pernah bertemu SBY langsung. Tapi karena keluarganya banyak bekerja dibidang pendidikan, agama, sampai intelejen. Jadilah Azab sebagai pembisik yang tidak kasat mata, tapi presiden selalu belajar dari kota Bekasi yang kecil, sumpek, sempit, sederhana dan luar biasa ini.
Ketika banyak pekerjaan belum dilakukan, menurut kami Azab seharusnya berada di barisan yang meneriakkan protes dan ketidak puasan warga masyarakat. Dia kontraktor jasa konstruksi yang sungguh-sungguh bekerja untuk membangun wilayah dimana dirinya lahir dan besar (Bekasi). Tapi sekali lagi, hanya karena temannya (Rahmat Effendi) lagi populer, Azab sekali lagi membuat kita menahan geram karena mempermainkan hati kita sekalian.
Azab selalu saja ingin memberikan suguhan yang sifatnya surprise dan memang-memang penuh seni intelejen (Jayadi saudara jauhnya adalah seorang yang bekerja untuk Badan Intelejen Negara saat Habibie memimpin Indonesia). Kita tidak dimanjakan dengan statemen keras dan vulgar seperti DPRD-DPRD di daerah lain yang sampai mengakibatkan kantor bupati dan seluruh isi kabupaten di Jawa Timur rata dengan tanah. Azab selalu menghukum orang yang merugikan masyarakat dengan hukum yang berlaku, walau dirinya juga sempat berurusan dengan hukum. (Don).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar