Selasa, 24 Juli 2012
BMPS MINTA JALUR BINA LINGKUNGAN DIHAPUS DARI PSB
Sekitar 1.000 tenaga pengajar sekolah swasta yang tergabung dalam Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kota Bekasi, Jawa Barat, menolak pemberlakuan penerimaan siswa baru (PSB) melalui jalur bina lingkungan.
Penolakan itu dilakukan guru dengan cara memblokir akses jalan menuju Tol Bekasi Barat di Jalan Raya Ahmad Yani minggu lalu, Senin (16/7/2012), Bekasi Selatan, secara beramai-ramai menggunakan mobil bak dan motor hingga sempat membuat antrean panjang kendaraan.
Tak cukup sampai di sana, ratusan guru dan kepala sekolah tersebut melanjutkan aksinya dengan berkonvoi di Jalan Ahmad Yani untuk menuju kompleks Kantor Pemerintah Kota Bekasi.
"Ini merupakan bentuk protes kami. Tanpa ini lama-lama sekolah swasta di Kota Bekasi bisa bangkrut," kata Humas BMPS Kota Bekasi Syahroni.
Syahroni mengaku belum mendapat memerinci murid yang mendaftar di masing-masing sekolah swasta. Namun, mayoritas sekolah swasta kekurangan siswa.
"Jumlahnya terus menurun sejak empat tahun terakhir, tepat saat Pemerintah Kota Bekasi membuka jalur bina lingkungan untuk pendaftaran di sekolah negeri," ujarnya.
Setiap tahun, kata dia, BMPS kerap menjadi korban akibat kebijakan tersebut. Pada tahun ini, sebelum masa pendaftaran dibuka, BMPS telah menghadap DPRD Kota Bekasi untuk meminta pendaftaran peserta didik baru pada tahun ini dilakukan secara murni online.
"Namun keesokan harinya, DPRD kedatangan pula forum RT/RW yang meminta jalur bina lingkungan dipertahankan. Akhirnya ditetapkan bahwa jalur bina lingkungan tetap ada," kata Syahroni.
Badan Musyawarah Perguruan Swasta sebenarnya tidak keberatan jika petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (juklak/juknis) Penerimaan Perserta Didik Baru (PPDB) dilaksanakan. Dalam juklak/juknis PPDB, kuota untuk jalur bina lingkungan, yakni 30 persen dari jumlah kursi yang tersedia.
"Kenyataannya, kriteria penerimaan diabaikan sehingga siswa yang diterima melebihi kuota. Sekolah pun harus membuka rombongan belajar baru," ucapnya.
Efek dari pembeludakan siswa tersebut tidak hanya merugikan BMPS, tetapi juga menyebabkan dampak lanjutan lainnya. Anggaran pendidikan otomatis akan membengkak karena anggaran subsidi yang sudah ditetapkan dalam APBD Kota Bekasi 2012 kurang dari jumlah siswa sebenarnya.
Menurut dia, minimnya siswa di sekolah swasta membuat rombongan belajar yang dibuka sedikit. Para guru pun kekurangan jam belajar.
"Padahal guru yang sudah tersertifikasi disyaratkan memiliki jam mengajar minimal 24 jam dalam sepekan. Jika kurang, tunjangan sertifikasi yang sudah diterima selama ini harus dikembalikan," kata Syahroni.
Hal serupa dialami Furqon, guru SMP Al Amanah Bekasi Utara. Guru IPA itu tahun lalu hanya mendapat jatah mengajar selama 12 jam. Saat itu siswanya hanya 64 orang yang terbagi dalam dua kelas.
"Karena masih kurang, saya mengajar juga di SD," katanya.
Pada tahun 2012, kata dia, jam mengajarnya semakin sedikit, yakni hanya delapan jam sebab tahun ini siswa yang mendaftar di sekolahnya pun kembali berkurang menjadi hanya 37 orang atau satu kelas.
"Makin kemari jumlah siswa makin berkurang, padahal tahun ini uang pendaftaran sudah didiskon hingga tinggal Rp2,5 juta," katanya.
(Ant/KR-AFR/D007).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar