Halaman


Prabowo Subianto For Presiden

Jumat, 13 Juli 2012

DIAGRAM DINAMIKA INFORMALITAS

Oleh: Ilya F. Maharika
Pun orang dalam melihat sektor informal, cara pandang menjadi sangat menentukan yang sarat politisasi. Dari kacamata modernist yang instrumental, pendefinisian pada sektor informal sering didasari hanya ketika kita melihat bentuk usahanya, ada atau tidaknya izin, di mana tempatnya, dan siapa orangnya. Dari kacamata itu maka yang formal sepertinya berhadapan dengan yang informal: yang formal adalah perusahaan berijin, kena pajak, manusianya terdaftar dalam administrasi yang rapi, dokumen-dokumen yang bisa menjadi bukti-bukti dan menempati gedung-gedung. Sementara sektor informal adalah mereka yang tak berijin, tanpa dokumen dan administrasi, orangnya silih berganti dan menempati jalan-jalan, pinggir kali, atau ruang sisa (urban void) lainnya. Dan seterusnya, antara keduanya seakan dengan mudah didudukkan dalam kutub-kutub oposisionalitas yang seakan-akan tidak akan saling ketemu atau bertemu dalam kondisi yang konfliktual. Di sektor keuangan, misalnya, yang formal akan dengan mudah mendapat fasilitas kredit berdasar dokumen-dokumen abstrak dimana aliran uang akan lebih menyerupai aliran informasi yang akurat. Sementara yang informal akan dikelompokkan dalam ‘unit mikro’ yang diatur lebih berdasar pada barang-barang riil dalam bentuk aliran uang tunai dan ke(tidak)percayaan yang sifatnya personal. Namun dari kacamata seorang situasional-kontekstual, maka entitas informal adalah sebuah representasi dari relasi-relasi ekonomi dan sosial yang sangat dinamis. Ketiadaan instrumen formal, ketidakteraturan, dan berbagai atribut ‘negatif’ lainnya adalah kondisi yang sangat mungkin merupakan akibat dari relasi-relasi sosial ekonomi itu dan bukan semata-mata hal itu yang menjadi persoalan dan untuk itu anatomi mendalam tentang informalitas menjadi fundamental. Adalah Sabine Bernabè, seorang mahasiswa doktoral dari LSE dan aktifis dari Centre for Analysis of Social Exclusion yang meruntutkan terminologi sektor informal. Menurutnya, pertama kali, terminologi ini muncul justru dari seorang antropolog, Keith Hart, yang mengobservasi masyarakat Ghana, yang mendiskripsikan kesempatan-kesempatan yang formal dan informal untuk memperoleh pendapatan. Namun baru setelah konsep itu dipublikasikan oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO) tahun 1972 konsep itu kemudian dipakai meluas. Model yang menghadapkan antara dua bentuk tersebut, atau secara umum disebut model dualis, mendasari cara pandang terhadap sektor informal yang merujuk pada keadaan ekonomi masyarakat kota yang miskin dan marjinal yang memproduksi barang dan jasa bagi masyarakat mereka. Sektor ini lantas dianggap sebagai sektor yang otonom, terpisah dari sektor informal berdasar kriteria-kriteria tertentu. Banyak kritik ditujukan pada model dualis ini yang kemudian memunculkan pemahaman sektor formal-informal sebagai aktifitas yang tak terpisahkan dan tidak saling berdiri sendiri, bahkan dipercaya menjadi bagian dari satu sistem kapitalisme atau biasa disebut sebagai pandangan kontinum informal-formal. Namun demikian dalam pandangan kontinum ini aktifitas informal tetap lebih subordinat, tergantung pada aktivitas formal. Kritikus Marxist bahkan tidak percaya adanya yang informal ini dan lebih senang memakai terminologi ‘produksi komoditas gurem’ (petty commodity production) yang berada di tepian mode produksi kapitalis tetapi tetap terintegrasi dan tergantung padanya. (BERSAMBUNG....).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar