Selasa, 07 Agustus 2012
SERIAL CICAK VERSUS BUAYA PENANGKARAN POLITIK TAKTIK
Sudah tak zaman lagi menganalogikan pertarungan besar dan kecil dengan; Gajah lawan Semut. Sekarang orang lebih akrab dengan personafikasi Buaya versus Cicak sejak banyak orang simpati pada Bibit Samat Riyanto dan Chandra Marta Hamzah coba dikriminalkan dengan beberapa tuduhan.
Kemudian terulang lagi dengan besarnya dukungan pada Susno yang juga berususan dengan hukum terkait tindak pidana korupsi dana pengamanan pilkada Jawa Barat pada tahun 2008, saat menjabat Kapolda Jawa Barat. Atas perbuatannya tersebut majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara kepada Susno Duaji selama 3,5 tahun, membayar denda sebesar 200 juta rupiah dan membayar uang pengganti sebesar 4 milyar rupiah. Selain itu Susno Duaji terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam penanganan kasus PT. Salmah Arwana Lestari, (PT SAL), saat dirinya menjabat sebagai kabareskrim mabes polri.
Lalu apa hubungannya dengan periode kepemimpinan dan suksesi Kepala daerah dan wakil kepala daerah Kota Bekasi? Tidak ada kesamaan kasus, tapi ada yang konsisten terjadi dalam kurun 5 sampai 10 tahun kota Bekasi terakhir, hanya tindak pidana korupsi (Tipikor) dan penegakan hukum terkai tipikor di Kota Bekasi banyak mengalami kemajuan.
Sudah lebih dari 3 perkara hukum, yang semakin hari membuat situasi lebih baik, yang ditangani secara serius dan berhasil diselesaikan sesuai dengan proses hukum. Mulai dari dana kompensasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di BantarGebang sampai ke perkara Bribery yang disidangkan. Artinya ada keinginan besar untuk berubah dari sebelumnya kurang, lalu menjadi cukup dan terakhir malah terlihat pro-aktif saat kejaksaan dipimpin Feri W. SH., M., Huk., Ali Mukartono SH., M.H., dan kepolisian dipimpin KombesE. Syah Pernong, Kombes Chaerul Anwar dan Kombes Imam Sugianto serta Kombes Priyo Widyanto.
Kami mencoba mengulasnya dalam politik belakang layar dan menyebutnya pertarungan ini sebagai Cicak versus Buaya. Pertama, saya perkenalkan "gudang" dokumen yang mantan ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi dan sekarang menjadi Walikota Bekasi menggantikan Mochtar Mohamad bernama Rahmat Effendi. Kedua saya perkenalkan juga seorang praktisi dunia usaha yang turun ke gelanggang politik bernama Andi Zabidi.
Kenapa saya identikkan mereka sebagai Cicak versus Buaya? Karena secara fisiologis kerupaan kedua binatang. Hanya saja yang satu dari mulai lalat sampai nyamuk merupakan kunyahannya (Cicak). Sedangkan Buaya mulai dari ayam broiler sampar Zebra Afrika muat ditelannya dengan segala kemampuan fungsi tubuhnya.
Oleh sebab itu walau besar (14 kursi), kami minta tidak buru-buru mengidentifikasikan ketua DPC Partai Demokrat sebagai Buaya. Lalu Walau hanya 6 kursi kader dan kebetulan ketua DPD Golkar, sekaligus Walikota Bekasi sebagai Cicak dalam peta politik kota Bekasi.
Sebagai praktisi, menurut kami valid, ketika penyelesaian hukum dilakukan Andi Zabidi menggunakan dokumen-dokumen tempatnya berwahana untuk menyoal secara hukum. Berbeda dengan politisi partai Golkar yang tersebut di atas, dunia usaha sudah tidak dihafal lagi, lalu menggunakan semua sumberdaya dokumen (kebetulan DPRD banyak arsipnya) untuk segala kepentingan politik dan target-target politik (padahal dia usahawan juga).
Sebelum lebih jauh kami minta sabar, lain waktu akan kami sambung dalam serial Cicak versus Buaya Penangkaran Politik Taktik DILAIN WAKTU (BERSAMBUNG....).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar