Jumat, 25 Juni 2010
HASIL AUDIT RAWAN PENYUAPAN
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membongkar praktik suap di lingkungan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Penyidik komisi itu sudah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus suap yang dilakukan dua pejabat Pemerintah Kota Bekasi, berinisial HS dan HL, kepada auditor kepala dari BPK Jawa Barat berinisial S.
Hal itu diungkapkan Kepala Biro Humas KPK, Johan Budi SP., kepada wartawan. "KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu HS, HL, dan S," kata Johan Budi kepada wartawan di gedung KPK Jakarta, Selasa (22/6) malam.
Pasal untuk menjerat tersangka HS dan HL adalah Pasal 5 Ayat (1) Huruf a dan/atau Pasal 13 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001. Sedangkan untuk S adalah Pasal 5 Ayat (2) dan/atau Pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001.
Sebelumnya, menurut Johan, selain ketiga orang itu, penyidik KPK juga menangkap Kepala Perwakilan BPK Jawa Barat berinisial G di Bekasi. Penyidik KPK menangkap HS yang menjabat Kepala Bidang Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Bekasi dan HL seorang Inspektur Wilayah Kota Bekasi, yang juga menjabat Kepala Bawasda Kota Bekasi, serta S yang menjabat Kepala Auditoriat BPK Jawa Barat III, di kediaman S di Lapangan Tembak, Kelurahan Cikutra, Kecamatan Cibeunying, Bandung, Senin (21/6) malam.
Keesokan harinya (Selasa pagi), penyidik kembali menangkap Kepala Perwakilan BPK Jabar berinisial G. Bersama dengan penangkapan G, penyidik KPK juga membawa serta dan menyita uang sejumlah Rp. 100 juta yang diduga merupakan uang suap. Uang itu, menurut Johan, sempat dititipkan di penjual ikan sebelah rumah G di Bekasi.
Menurut Johan, sebelumnya, HL dan HS menyerahkan uang kepada S sebesar Rp. 200 juta dalam sebuah tas hitam. Ada juga Rp. 40 juta dalam sebuah tas kerja serta beberapa amplop berisi uang yang jika dijumlah mencapai Rp. 272 juta. Dengan demikian, seluruh uang yang berhasil disita dari penangkapan itu sekitar Rp. 372 juta. "Uang itu diduga untuk mengamankan laporan keuangan Pemkot Bekasi tahun 2009 agar mendapat pernyataan wajar tanpa pengecualian dari BPK," kata Johan.
Johan menyatakan, penyidik KPK menduga uang yang diperoleh dari penangkapan di Bandung merupakan pemberian tahap kedua dari praktik suap itu. Kesimpulan itu, menurut dia, berasal dari keterangan sejumlah saksi yang sudah diperiksa KPK.
Sedangkan uang Rp. 100 juta yang ditemukan di penjual ikan sebelah rumah G di Bekasi, menurut Johan, masih harus diteliti lebih dulu untuk menyatakan terkait atau tidak terkait dengan praktik suap itu.
Wakil Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengaku tidak tahu penangkapan pejabatnya oleh penyidik KPK. "Saya betul-betul tidak tahu informasi itu. Sampai hari ini KPK belum memberikan surat pemberitahuan, kecuali pada pihak keluarga. Secara institusi pemkot Bekasi belum terima pemberitahuan" ujar Rahmat, 24/6.
Ketua DPD Partai Golkar Kota Bekasi itu menegaskan, pemerintah sedang giat-giatnya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan transparan. Apa yang dilakukan pejabatnya merupakan pelanggaran. Keterangan yang diberikan bagian hukum mereka tidak akan memberikan bantuan hukum pada kedua tersangka yang ditahan. "Kalau sudah tertangkap tangan seperti itu, sudah jelas masuk ranah hukum. Sanksi sebagai PNS tentu ada, selain sanksi pidana atas perbuatannya. Selaku pribadi dan wakil wali kota, saya sangat prihatin," kata Rahmat.
Kasus serupa sebelumnya pernah ditangani KPK, yaitu kasus suap terhadap auditor BPK, Bagindo Quirino, yang memeriksa laporan keuangan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans). Bagindo didakwa karena menerima suap dari pejabat Depnakertrans, Taswin Zein, saat mengadakan proyek pengembangan sistem pelatihan dan pemagangan.
Taswin minta Bagindo untuk merekayasa hasil temuan BPK. Pada kejadian ini, Taswin dan Monang Tambunan (Bendahara proyek) mengucurkan dana Rp. 400 juta dan Rp. 250 juta kepada Bagindo. Bagindo dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 12 Huruf a, Pasal 12 Huruf e dan Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-Undang No 31/1999 yang telah diubah menjadi Pasal 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Bagindo didakwa telah menerima uang suap serta menyalahgunakan jabatan dan wewenangnya. Dia dijatuhi vonis pidana penjara selama tiga tahun. Don.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar