Halaman


Prabowo Subianto For Presiden

Sabtu, 21 Agustus 2010

WALIKOTA TIDAK KONSISTEN, WARGA MUSLIM TETAP TAAT PADA HUKUM


Terdesaknya posisi saat bulan suci Ramadhan memasuki pertengahan, Mochtar Mohamad Walikota Bekasi mulai berani mengingkari kebijakannya sendiri. Peraturan Walikota Nomor 16 tahun 2006 Tentang Tata Cara Pemberian Izin Rumah Ibadat menjadi tidak ada artinya lagi dengan membiarkan jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) beribadat di lahan kosong miliknya di Ciketing Asem (Cikeas).

Pada Jum'at, 20/8, salah seorang kurir HKBP Pondok Timur Indah (PTI) datang mengantarkan surat untuk walikota. Surat itu sendiri prihal permohonan izin kepada walikota Bekasi untuk ibadat mereka pada 22/8. Banyak kejanggalan terjadi dengan perkembangan kisruh ibadat HKBP PTI di Mustika Jaya.

Usai upacara peringatan 17 Agustus 2010, walikota Bekasi sempat menyampaikan harapan pada wartawan agar menyudahi pemberitaan HKBP PTI. Dirinya yakin kondisi dan stabilitas wilayah akan tetap stabil karena koordinasi yang dilakukan pemkot Bekasi terbukti aman pada kegiatan ibadat 15/8. "Udah disudahi aja, koordinasi yang kita lakukan kemarin kan berhasil. Buktinya aman-aman saja." katanya selesai menemui Legiun Veteran di ruang pertemuan Walikota Bekasi, 17/8.

Padahal pada saat dirinya usai melakukan pertemuan dengan jemaat HKBP, 13/8, secara jelas Mochtar mengutarakan solusi paling aman adalah dengan memberi kesempatan pada HKBP beribadat di Puyuh Raya. Opsi beribadat di gedung Organisasi Pemuda dan Pelajar (OPP) ditolak HKBP. Saat itu pengacara HKBP pun sempat menyatakan kemungkinan untuk ibadat di Puyuh Raya guna menghormati bulan suci ramadhan.

Tentunya beberapa kesepakatan di ruang pertemuan dalam komplek masjid Jami Al Barkah banyak dilanggar oleh walikota yang saat itu optimis dengan hasil pertemuan. Banyak yang menyangka apa yang dilakukan jemaat HKBP sebagai bentuk provokasi dan kegiatan melawan negara. Salah satu orang yang sangat kaget dengan sikap pemkot Bekasi adalah Shalih Mangara Sitompul SH., sekretaris Konggres Ummat Islam Bekasi.

Shalih sendiri sebenarnya sudah menduga sejak awal, dan dirinya tidak kaget dengan tuduhan-tuduhan yang jelas diberbagai media cetak pada warga. Perkembangan kisruh HKBP memang diarahkan untuk menjual issue kekerasan, padahal berita tentang penyerangan saja hanya merupakan karangan. "Seharusnya pemkot bercermin pada Keputrusan Bersama Menteri Agama dan Menteri dalam negeri, masing-masing nomor 8 dan 9 tahun 2006, yang cukup jelas mengatur pembangunan tempat ibadat. Sehingga kisruh tidak dilarikan kemana-mana." katanya saat dihubungi via telpon.

Dengan melihat perkembangan yang terjadi saat ini, salah satunya dengan kehadiran Dewan Pertimbangan Presiden ke lokasi, Shalih hanya meminta pemkot untuk mengeluarkan statemen yang jelas tentang kekisruhan tersebut. Sehingga dari statemen pemkot itu masing-masing pihak dapat mensosialisasikan kemasing-masing pihak. Penolakan atau persetujuan dari kedua belah pihak nantinya yang akan dinilai masyarakat luas.

Saat ini terjadi, menurut Shalih, Walikota Bekasi telah melupakan akan kebijakannya sendiri. Dirinya terkesan sangat tertekan dengan pertemuan yang dilakukannya dengan jemaat HKBP, tetapi melupakan bahwa dirinya juga sudah bersepakat dengan warga muslim sekitar Cikeas dan Puyuh. "Sama saja pemkot itu menjilat kembali ludah yang sudah ia lepeh. Apa yang terjadi pada tanggal 15 Agustus 2010 adalah pembangkangan terhadap hukum. Menjalankan hak juga ada aturannya, tidak bisa semaunya sendiri." katanya.

Menanggapi kasus issue itu, Shalih meminta seluruh warga muslim untuk taat pada hukum. Dirinya masih yakin pada mandat yang diberikan seluruh masyarakat Kota Bekasi masih dapat dipertanggungjawabkan Mochtar. "Kisruh HKBP diekspos sampai keluar negeri, Hukum dan peraturan yang ada tidak dihormati lagi. Pembangkangan terhadap peraturan, padahal semua warga negara sama dimata hukum." tambah Shalih yang juga pengurus Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Kota Bekasi. Don.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar