Halaman


Prabowo Subianto For Presiden

Selasa, 13 Juli 2010

PENDIDIKAN DI KOTA BEKASI TIDAK MEMILIKI PERSPEKTIF


Kenyataan bahwa apa yang sedang dikembangkan di Kota Bekasi tidak bedanya dengan apa yang dilakukan di daerah-daerah yang mengembangkan kapitalisasi dunia pendidikan, membuat banyak pihak perlu mengingatkan pemerintah kota. Pendidikan mahal, tidak memiliki keberpihakkan jelas, kental dominasi dan masih diskriminatif merupakan wajah pendidikan di kota Bekasi sampai dengan 2 tahun dibawah kepemimpinan Mochtar Mohamad, Walikota Bekasi. Semua dianggap berbagai kalangan tidak sesuai dengan janji kampanye pada Pemilu Kepala daerah (pilkada) dan pemilu legislatif 2009 yang baru saja selesai.

Beberapa kalangan melihat ini sangat kontras dengan kepribadian sang Walikota yang lahir dari kaum sederhana dan keras dalam kehidupan masyarakat sebelum menjadi pemimpin di Kota Bekasi. Jargon-jargon berpihak pada masyarakat kecil yang tidak mampu dan memperoleh banyak keterbatasan dalam hal akses sangat kentara dengan kenyataan, perpektif pro-wong cilik sudah hilang saat ini. "Bahaya akan berakibat dalam pada keberlanjutan kepemimpinan merakyat akan dialami kota Bekasi yang ternyata masih memiliki banyak keluarga miskin didalamnya." demikian dikatakan Hitler Pardamaean Situmorang, ketua Government Again Corruption and Discrimination (GACD).

Pernyataan Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bahwa lebih dari 600 orang dimasukkan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui jalur "khusus" berbanding lurus dengan program pemerintah pusat dalam hal pendidikan 12 tahun menjadi pertanyaan. Kondisi yang ada justru pendidikan biaya tinggi dalam proses penerimaan yang berlangsung pada tahun penerimaan 2010 yang baru saja selesai. Kutipan uang antara Rp. 1 juta sampai dengan Rp. 3 juta pada orang tua siswa untuk dapat masuk dalam penerimaan siswa baru adalah persoalan jelas bahwa PPDB tahun 2010 bisa dikatakan kurang berhasil.

Hitler mengingatkan apa yang menjadi visi digunakan konsep PPDB merupakan keinginan untuk menekan sedemikian rupa mafia pendidikan dan dibukanya akses selebar-lebarnya pada proses penerimaan yang adil serta non diskriminatif. Ternyata kenyataannya justru kehancuran moralitas yang luar biasa dengan apa yang terjadi dalam pelaksanaannya dengan terlembagakannya mafia pendidikan dalam tempat yang tidak terlihat dipermukaan. Termasuk yang dimasukkan lewat jalur anggota Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD) Kota Bekasi merupakan bagian ketidak percayaan dari konsep PPDB sebenarnya. Adanya quota bagi kelompok atau perorangan untuk menjustifikasi sebagai program yang berimbang dan adil, malah melahirkan kehancuran pada sistem yang akan dikembangkan diwaktu yang akan datang.

Lahirnya sistem untuk mendapatkan fresh money melalui saluran baru adalah kenyataan dari kerumitan yang menjadi konsensus stake holder pendidikan di kota Bekasi tahun 2010. Adanya quota Bina Lingkungan melalui jalur anggota DPRD, LSM dan kelompok peduli pendidikan menjadi awal kehancuran sistem yang akan dibangun kedepan. Bentuk Korupsi model baru selalu menjadi kreator nyata dan hanya menunggangi sistem yang akan dibangun. "Omong kosong mereka semua, mereka tidak paham dengan sistem. Mereka cari uang dari masa depan anak-anak yang akan dibangun lewat pendidikan yang menjadi kewajiban mereka untuk didik dan asuh." kata Hitler.

Hal senada dikatakan Wakil Ketua DPRD Kota Bekasi, Yusuf Nasih, saat ditemui diruangan kerjanya. Kekacauan konsep PPDB menurutnya adalah kekacauan berfikir pihak-pihak pelaksana, sehingga sistem yang digunakan patut dipertanyakan dengan hasil luar biasa miris di masyarakat. Banyak anak-anak dari keluarga miskin yang memiliki prestasi belajar lumayan tidak tertampung dalam sekolah "murah" jargon pemerintah daerah yang sering didengung-dengungkan selama ini. Sekolah mengarah gratis yang sering dikampanyekan lewat media radio dan cetak itu kini banyak dipertanyakan oleh masyarakat kota Bekasi yang menjadikan pendidikan sebagai bagian utama visi dan misi Kotanya.

Sebuah kenyataan yang menyedihkan pada akhirnya, jika masyarakat miskin terpaksa bersekolah di institusi swasta yang biayanya lebih mahal biayanya. Secara kualitas untuk dunia pendidikan sekelas kota Bekasi, sekolah negeri menurutnya masih jadi ukuran pendidikan yang dikembangkan. Lalu apa lagi yang bisa diharapkan dengan kenyataan saat ini kalau pimpinan daerah belum menyadari kenyataan warganya tak mampu disemua wilayah kota Bekasi hari ini. "Memasuki PSB Tahun ini tidak semua masyarakat ekonomi lemah bisa sekolah di Sekolah negeri, karena sistem yg dipakai sama sekali tidak memihak kepada mereka." tegas Yusuf Nasih, anggota fraksi Partai Golkar yang paling senior di Kota Bekasi. Don.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar