Halaman


Prabowo Subianto For Presiden

Rabu, 18 Juli 2012

DIAGRAM DINAMIKA INFORMALITAS

Oleh: Ilya F. Maharika
Pandangan rekonsiliatif antara model dualis dan model kontinum pun kemudian muncul. Terutama di tahun 1980-an yang mengedepankan bukan pada aspek eksistensial ‘apa dan siapa yang informal terhadap yang formal’ tetapi lebih pada hubungan antar keduanya. Dalam pandangan ini, model dualis lebih mengasumsikan pada adanya hubungan tipis antara kedua sektor itu yang oleh karenanya mereka menyarankan perlunya perkuatan pada hubunganhubungan tersebut. Di lain pihak, kalangan Marxist dan yang percaya kontinum antara informal-formal justru melihat pada hubungan yang cenderung eksploitatif sehingga mereka justru menyarankan otonomi dan pemisahan yang cukup tegas dengan perusahaan-perusahaan kapitalis besar. Dari model-model di atas maka kita dapat melihat bahwa seringkali pertentangan antara formal-informal lebih sering dikarenakan perbedaan cara pandangnya. Pemerintah misalnya akan cenderung melihat fenomena informalitas melalui model dualis yang tercermin dalam perhitungan-perhitungan statistik mereka. Perbankan pun demikian yang mengakibatkan sulitnya sektor informal memperoleh legitimasi hukum seperti halnya yang dapat mereka peroleh dari sektor formal. Para aktivis dan pemikir kritis di lain pihak melihat dari sisi model kontinum atau rekonsiliatif. Namun demikian, mereka tetap banyak menemui kegagalan dalam upaya mengintegrasikan sektor informal ke dalam kerangka besar ekonomi formal. Keduanya sering terpaku pada kedua pijakan masing-masing tanpa upaya untuk mengerti bahwa mereka berada dalam dataran pengertian yang berbeda. Ketidakjelasan juga mewarnai keruwetan dalam memaknai aktifitas informal. Sebagai usaha untuk mengklarifikasinya, mengikuti System of National Accounts (SNA) 1993 yang berlaku di Inggris, Barnabè membangun sebuah kerangka konseptual untuk mengkategorikan entitas-entitas yang ia dikategorikan sebagai ‘ekonomi tak tampak’ (hidden economy) yang pada umumnya adalah kegiatan yang tak terdaftar, tak terukur dan tak teregulasi. Pertama adalah ‘aktifitas informal’ (informal activities), yang sebenarnya adalah usaha untuk memenuhi kebutuhan pokok, yang sebenarnya tetap berada di wilayah kegiatan ekonomi yang normatif. Kedua adalah aktifitas ‘bawah tanah’ (underground activities) yang memang secara jelas berusaha menutupi diri dari otoritas publik dalam usahanya untuk menghindari pajak, biaya atau peraturan resmi. Ketiga adalah ‘aktifitas ilegal’ (illegal activities) yang memproduksi barang atau jasa yang secara hukum terlarang. Dan keempat adalah ‘aktifitas rumah tangga’ (household activities) yang memproduksi barang dan jasa untuk kebutuhan sendiri (Bernabè 2002). (BERSAMBUNG....).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar