Kamis, 17 Juni 2010
ALAMAT SATGAS MAFIA HUKUM
Presiden telah menyerukan kepada rakyat Indonesia yang menjadi korban mafia hukum untuk melaporkan diri melalui PO BOX 9949 Jakarta 1000. Seruan Presiden ini merupakan bagian dari kebijakan yang paling diprioritaskan oleh Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II dalam masa 100 Hari, yakni pemberantasan mafia hukum. Ada 45 Program dalam Program 100 Hari KIB 2, dan pemberantasan mafia hukum berada di posisi pertama untuk dilaksanakan.
Untuk mengawal pemberantasan mafia hukum, Presiden telah membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum yang dipimpin oleh Kuntoro Mangkusubroto. Satgas akan melakukan koordinasi, evaluasi, pemantauan, pengawasan dan koreksi dalam pemberantasan mafia hukum. Dengan terbentuknya Satgas ini diharapkan mampu membuka jalan dan berperan dalam pemberantasan mafia hukum.
Selama ini mafia hukum sering dikaitkan dengan korupsi. Mafia sendiri dalam arti luas adalah mereka yang melakukan berbagai kegiatan yang merugikan pihak lain, misalnya makelar kasus, suap-menyuap, pemerasan, jual beli perkara, mengancam saksi, atau pungutan-pungutan yang tidak semestinya. Kegiatan seperti ini telah merusak rasa keadilan dan kepastian hukum. Mafia tersebut dapat berada di lembaga peradilan, instansi pemerintah, maupun lembaga swadaya masyarakat dan swasta. Mafia juga bisa berkaitan dengan segala bentuk korupsi, termasuk korupsi pajak, bea cukai, dan juga kegiatan-kegiatan sejenis di daerah.
Dampak korupsi kepada masyarakat luas tergantung pada besar kecilnya nilai yang dikorupsi. Semakin besar yang dikorupsi, dampaknya akan semakin luar biasa. Bayangkan saja kalau yang dikorupsi mencapai ratusan miilyar sampai triliunan. Berapa banyak hak orang lain yang direnggut untuk kepentingan perorangan atau segelintir orang.
Berkaitan dengan luasnya dampak korupsi terhadap masyarakat luas, ada yang berpendapat bahwa korupsi merupakan pelanggaran HAM berat. Sementara itu di Indonesia, pelakunya bisa bebas bergentayangan melalui tangan-tangan “gurita” mafia hukum. Beda halnya dengan perlakuan negara China terhadap para koruptor yang dikenakan hukuman tembak mati. Itulah sebabnya negara tirai bambu tersebut kini perekonomiannya melejit menjadi negara adidaya baru. Oleh karena itu sungguh beralasan apabila Pemberantasan Mafia Hukum menjadi program yang paling diprioritaskan dalam Kabinet Indonesia Bersatu jilid II ini.
Apalagi pada tahun 2009, Transparansi Internasional telah merilis angka Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang menempatkan Indonesia pada urutan ke-111 dari 180 negara. IPK merupakan indeks gabungan dari 13 survei oleh 10 lembaga independen yang mengukur persepsi tingkat korupsi di 180 negara di dunia. Dengan skala 0 (sangat korup) sampai 10 (sangat bersih), skor Indonesia naik dari 2,6 pada tahun 2008 menjadi 2,8 pada tahun 2009. Kenaikan skor tersebut juga disertai dengan kenaikan 15 peringkat dari tahun 2008. Meski skor dan peringkat Indonesia naik dari tahun sebelumnya, namun dengan skor yang masih di bawah 5 dan posisi di luar 100 besar, Indonesia masih dipandang memiliki masalah korupsi yang besar.
Transparansi Internasional mengidentifikasi beberapa faktor yang dinilai mempengaruhi persepsi international mengenai permasalahan korupsi di Indonesia, yaitu: (1) perubahan kelembagaan dan ketentuan hukum di Indonesia; (2) korupsi dan perusakan lingkungan; dan (3) keselamatan penumpang dalam bisnis penerbangan.
Perubahan kelembagaan dan ketentuan hukum merupakan faktor penting yang menentukan persepsi internasional mengenai permasalahan korupsi di Indonesia. Namun tidak dapat dipungkiri masih terdapat banyak permasalahan hukum, seperti suap menyuap dalam perkara hukum, jual beli kasus, pemerasan dan kompromi-kompromi yang menimbulkan ketidakpastian hukum. Selama ini dikenal istilah-istilah seperti markus (makelar kasus) atau markum (makelar hukum) yang sering beroperasi dalam kasus-kasus hukum dan merugikan rasa keadilan serta mengganggu penegakan hukum.
Kebijakan Presiden yang memprioritaskan pemberantasan mafia hukum dengan demikian menjadi sangat penting dan dibutuhkan tidak hanya untuk memperbaiki persepsi internasional mengenai permasalahan korupsi di Indonesia, namun juga yang lebih substantif untuk mewujudkan keadilan di masyarakat. Apalagi saat ini perhatian publik dan media sangat kuat terhadap permasalahan hukum, sehingga membuat pemberantasan mafia hukum mendesak untuk dilakukan. Perhatian publik dan media tersebut dapat dilihat sebagai keinginan besar masyarakat sekaligus legitimasi atau dukungan penuh kepada Presiden untuk segera melakukan pemberantasan mafia hukum.
Baik masyarakat maupun pemerintah telah menyadari bahwa mafia hukum adalah masalah yang harus segera diselesaikan, jika ingin bangkit menjadi Negara yang adil dan makmur. Karena sebagai Negara hukum, hukum dianggap sebagai panglima, sehingga jangan sampai dibiarkan para mafia terus menerus menggunting dalam lipatan “sang Panglima”.
Oleh karena itu, rasanya wajib bagi kita untuk mendukung kehadiran Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang baru saja dibentuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Satgas yang dikomandani Kuntoro Mangksubroto ini perlu diberikan ruang yang seluas-luasnya untuk membuktikan program-program kerja yang akan diimplementasikan dalam upaya memberantas mafia hukum di Indonesia. Orang boleh saja mencibir Satgas yang akan bekerja selama dua tahun ini dianggap sebagai upaya membangun pencitraan pemerintah, namun rasanya sebagian besar rakyat Indonesia sangat berharap bahwa Satgas ini dapat berjalan sesuai rencana, sehingga mampu memberantas mafia hukum pada dua tahun mendatang. Selamat bekerja Pak Kuntoro beserta tim, rakyat menanti. (IP/Sekneg)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar