Minggu, 19 Agustus 2012
"KRISIS" PASAR TRADISIONAL; INKOSISTENSI WALIKOTA BEKASI MEMBUAT WARGA RUKO RAGU
Krisis Pasar tradisional yang terjadi di Kota Bekasi akhir-akhir ini membuat banyak pihak mulai berfikir untuk mencabut akar permasalahan yang sesungguhnya. Tidak pelak ada wakil rakyat yang sudah semangat sekali untuk melakukan "nasionalisasi" pasar-pasar yang ada di kota Bekasi walau perangkat dan sistemasi upayanya masih jauh dari harapan.
Rosihan Anwar, Heli Mulyaningsih, Anim Imanudin, Enie Widiastuty dan Haeri Parani yang merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi misalnya. Mereka sangat konsen dengan persoalan yang dihadapi banyak pedagang lemah di Kota Bekasi belakangan ini.
Mulai dari mengorganisir pedagang, menyiapkan perangkat agar pasar dapat dikelola oleh pemerintah, sampai dengan keseriusan Haeri yang mengkritik pemerintah tidak mampu membaca harapan masyarakat kota Bekasi dengan mengusulkan sistemasi penganggaran agar pasar dapat baik dan dikelola oleh pemda Kota Bekasi.
Contoh soal adalah yang terjadi di Pondok Gede dan Ruko Mitra Bekasi (daerah di belakang pusat perbelanjaan Ramayana Robinson, Bekasi Timur). Pedagang pasar Pondok Gede pernah menggelar aksi tidur di pusat pemerintahan kota Bekasi selama 10 hari pada tahun 2011. Lalu tahun 2011, Desember 2011, Warga Ruko yang didampingi Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) pernah mendesak pemerintah kota Bekasi untuk taat azas atas krisis pengelolaan dilahan ruko.
Entah apa yang terjadi, tidak ada solusi jangka panjang yang mampu dihasilkan dari beberapa persoalan yang hadir terkait persoalan pasar di Kota Bekasi. Pasar Pondok Gede yang memiliki sejarah kuat menghidupi perekonomian sejak zaman kabupaten Bekasi masih belum jelas konsep nya. Ruko pun kembali disoal karena mediasi yang dilakukan oleh pemda kota Bekasi ternyata malah membuat warga ruko semakin kecewa akan kinerja pemerintahan yang ada. "Kalau tidak jelas lebih baik tidak usah ada pengelola saja, ternyata di Bekasi modal benar saja tidak cukup," kata Budi warga ruko Mitra Bekasi (19/8).
Selain kondisi infrastrukturnya yang semakin hari semakin menyedihkan, ruko pun dijadikan bantalan Pemda Kota Bekasi untuk menampung pedagang yang tak memiliki lapak untuk tetap berusaha setelah upaya membersihkan untuk adipura 2010 dilakukan Mochtar Mohamad. "Sekarang bagaimana mau jelas, kalau kesepakatan yang sudah dibuat tidak konsisten dilakukan pemerintah kota Bekasi, pembiaran justru yang terjadi, warga ruko selalu diresahkan dengan persoalan yang muncul belakangan," kata Edy ketua Paguyuban Sejahtera warga ruko Blok F dan G, Ruko Mitra Bekasi.
Edy menunjukkan semua dokumentasi hasil kesepakatan dan surat mereka kepada berbagai pihak untuk membuktikan bahwa Walikota Bekasi inkosisten terhadap persoalan pasar yang ada. Data Edy sendiri, di ruko mitra Bekasi terdapat 180 pedagang kios, 20 lebih pedagang pindahan "proyek" adipura dan 25 pedagang ruko yang masih bertahan. Sisanya banyak ruko kosong tanpa ditempati dan bangunan yang terlihat tidak tertata lagi. (Don).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar