Halaman


Prabowo Subianto For Presiden

Rabu, 06 Juni 2012

PROSES PENANGANAN KDRT YANG NYELENEH, HAKIM DAN APARATUR HUKUM SENILAI RUPIAH

{konfirmasi Intan SG} Ibu Tuti, korban KDRT selama perkawinannya mengalami penyiksaan oleh suaminya, Djoko Nugroho Sulistiyono, direktur umum Jababeka yang juga pengurus REI Pusat serta rekanan bisnis/ pemasok alat-alat penyadap bagi polisi/militer. Sejak 1994 ibu Tuti mendapat pukulan demi pukulan hingga mengalami pendarahan, bahkan pemukulan tidak lagi pakai tangan kasar pelaku tapi juga pakai alat-alat mematikan seperti stick golf baik ke badan dan kepala korban hinga telinga korban keluar darah. Korban juga dipaksa melayani/ hubuangan seksual pelaku (marital rape), serta disekap tidak boleh keluar rumah dan gerak geriknya terus dipantau menggunakan CCTV. Dia didandani dengan baju-baju dan perhiasan mahal untuk kepentingan pelaku, dalam hal ini mendampingi pelaku ke acara-acaranya, tapi setelah itu, baju-baju dan perhiasan dicopoti pelaku serta disimpan di lemari yg kuncinya di bawa pelaku. Korban merasa tidak lagi sanggup hidup bersama pelaku karena terus terintimidasi dan tidak diperlakukan sebagai istri bahkan tidak diperlakukan sebagai manusia. Hanya menjadi barang hiasan dan budak seks. Klimaksnya pada tanggal 31 oktober 2010, bu Tuti kembali dianiaya dengan kepala dipukul sedemikian kerasnya hingga jatuh ke lantai hingga memar dan benjol. Kali ini bu Tuti minta bantuan LBH APIk untuk lapor ke polisi dan urus perceraian. Namun, pelaku juga melaporkan balik bu Tuti dengan tuduhan telah memukul dia dengan sendal. Anehnya, meski anaknya sendiri telah memberi kesaksian baik di kepolisian (masuk di BAP) maupun di persidangan (tidak ada sanggahan dari pelaku (Joko)) bahwa tidak ada pemukulan dari ibunya seperti yang dituduhkan Joko, bapak-nya. Namun, laporan Joko terus diproses hingga di pengadilan. Bahkan ibu tuti saat ini di tahan rumah. Polisi, jaksa dan hakim bahkan menerapkan pasal 44 (1) UU Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) jo pasal 351 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Padahal joko bebas berkeliaran dan tidak pernah terbukti di persidangan mengalami KDRT, juga seandainya ada KDRT tidak bisa pakai pasal tersebut, karenanya Joko bisa menjalankan aktifitasnya. Ini semua sangat jelas hanya akal-akalan aparat hukum untuk membela kepentingan Joko, sementara laporan bu tuti tidak diutamakan dalam proses persidangan. Selama persidangan pun, Hakim telah melanggar prosedur dng melontarkan kata-kata makian dan pelecehan kepada bu Tuti dan juga mengancam akan menahan bu Tuti. Bahkan anaknya juga dipanggil hakim untuk ditanya-tanyai padahal anaknya itu masih di bawah umur dan tidak boleh dipanggil-panggil ke muka sidang. Sementara pelaku yang bebas berkeliaran juga sempat menyerang pendamping dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) selama di persidangan. Persidangan di PN Bekasi itu tak ubahnya seperti altar "pembantaian" bagi bu Tuti. Tidak ada sidang yang berjalan netral sesuai dengan prosedur. Semuanya berjalan melayani kepentingan si pelaku alias Joko yg memang memiliki "kekuasaan" dan uang. ------------------------ (Nomor perkaranya 406/pid.B/2012/PB.Bks Hakim: Tri Hari Budi Satrio) ------------------------ (Nama korban: Tuti Murjianti Suami korban : Djoko Nugroho Sulistiyono Alamat : Perum Kemang Pratama III Blok G 2 No. 06. Rt. 07/13, Rawalumbu, Bekasi.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar