Halaman


Prabowo Subianto For Presiden

Senin, 23 Januari 2012

KLENTENG HOK LAY KIONG DI TAHUN NAGA AIR

Klenteng Hok Lay Kiong terlihat cerah dan banyak berkerumun anak-anak usia 7-15 tahun berdiri di depan pintu masuk Klenteng (23/1). Anak-anak dan beberapa ibu-ibu berada di depan klenteng sejak pukul 06.00 W.I.B. menunggu masyarakat tionghoa dan ummat Budha beribadah di klenteng yang dirawat Yayasan Tri Dharma Bekasi itu. Hari semakin siang, mulai berdatangan orang-orang yang ingin beribadah di klenteng yang berada di Bekasi Timur, Kota Bekasi, menyambut tahun baru Imlek 2563 (2012 masehi). Mereka rata-rata berpakaian sederhana, menggunakan kendaraan roda 4 yang di parkir 10 meter sebelum masuk ke klenteng dan kendaraan roda 2 yang di parkir tepat di depan Vihara Budha Tri Dharma. Terletak di jalan Tepekong yang lumayan padat, Klenteng ini disekelilingnya menjadi lingkungan komunitas Tionghoa turun-temurun. Menurut Aseng (55 th), di hari besar atau Ce Ji, banyak warga sekitar yang merupakan warga keturunan datang untuk beribadah ke klenteng ber baur dengan ummat budha dari daerah Bekasi sekitarnya. Rata-rata mereka turun-temurun merayakan imlek di hari Ce Ji bersama-sama dengan sanak-saudara mereka. "Warga sekitar yang beribadah kesini dengan busana sederhana dan biasa-biasa saja.", tambah Aseng. Demikian juga diakui oleh Hendy anak muda Tionghoa yang berpakaian rapi datang bersama kedua orang tuanya. Walau demikian Hendy mengatakan bahwa sebenarnya di hari Raya Tahun Baru Imlek biasanya pakaian baru menjadi tradisi. Tampak lampion terpasang mulai dari muka gang jalan Tepekong berjajar memanjang zig-zag yang menggambarkan naga berjalan sampai depan klenteng Hok Lay Kiong. Rumah sekitar milik warga sekitar juga terlihat meriah dengan lapion-lampion kecil dan sedang yang terpasang diatap rumah-rumah lusuh kurang terawat. Diareal tanpa pembatas klenteng dan parkiran Vihara Tri dharma ada beberapa kursi berjajar yang disediakan panitia imlek 2012. Dua menara 6-8 meter tempat pembakaran kertas sembahyang terlihat kekar menopang pintu masuk klenteng Hok Lay Kiong. Posisi agak tengah di areal depan terdapat tempat persembahyangan yang disebut Ti Kong. Tempat ini merupakan lokasi sembahyang yang pertama kali ketika mereka yang sembahyang selesai membakar hio di tahun Naga air. Lalu setelah itu lokasi sembahyang selanjutnya tertulis Hian Thian Siang Tee yang berada di bangunan mirip pendopo dengan beberapa soko yang biasa disebut masyarakat tionghoa sebagai 8 dewa. tempat ini seperti tidak ada pemisah dengan pintu gerbang kearah tempat sesajian berupa buah-buahan yang ditaruh diatas meja berukuran 5 meter lebih bersama puluhan lilin pembakaran hio. Agak ke dalam klenteng Hok Lay Kiong terdapat tempat sembahyang dengan tulisan Yuay Sen Loya, Kwangin Posat, Kwan seng Tekun, Hok Tek Seng Sin dan Poseng Tas Yoe. Tempat dan lokasi per sembahyangan tentu tidak berada di lokasi yang sama, Ada yang bersebelahan, tetapi ada yang menjorok ke dalam dengan melewati satu pintu lagi. Di areal ini terdapat ribuan lilin ukuran kecil, sedang sampai besar ditata teratur dan sesekali dituangkan minyak lilin oleh panitia. Inilah lilin-lilin yang menurut Aseng kalau ditotal memiliki berat 2 ton. Setelah persembahyangan Poseng Tas Yoe, agak ke belakang dengan menaiki beberapa belas anak tangga terdapat patung persembahyangan yang terdapat patung budha. Lokasinya menurut beberapa penjaga biasa disebut menara budha. Tokoh tionghoa Kota Bekasi yang merupakan ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi, Ronny Hermawan, menyambut antusias saat ditemui di rumah Orang tuanya. Menurut Ronny, perayaan imlek merupakan legitimasi sosial yang dirasakan oleh warga masyarakat tionghoa setelah inpres Nomor 14 tahun 1967 dicabut Alm. KH. Abdurrahman wahid. Dengan perayaan Imlek secara nasional tionghoa menjadi bagian dan memiliki hak sama dengan suku Jawa, Batak, Betawi, Bugis dan suku lainnya. "Hanya saya berharap agar masyarakat tionghoa tidak besar kepala. Dengan tahun baru, bersama seluruh masyarakat Bekasi, mari kita lakukan pembangunan kota Bekasi secara bersama-sama.", kata Ronny. Ronny mengingatkan, bahwa Indonesia sudah menjadi tanah tumpah darah bagi masyarakat tionghoa. Segala perbedaan yang ada, menurutnya, merupakan konsekuensi keragaman beragama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara bangsa. Dengan hal tersebut justeru diharapkan dapat menjadi fondasi yang kokoh dalam membangun masyarakat Indonesia yang kuat. "Oleh karenanya, pemerintah diharapkan dapat memaknainya dengan merangkul potensi masyarakat tionghoa.", tambah anggota fraksi Demokrat tersebut. Masyarakat tionghoa pun harus menggenggam haknya untuk membangun kota Bekasi secara bersama-sama. "Semoga pemerintah kota Bekasi kedepan banyak memberi peluang bagi warga masyarakat tionghoa untuk dapat mengabdi dalam pemerintahan dan masyarakat.", ungkap Ronny. (Don).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar