Selasa, 06 Juli 2010
SEKDA KOTA BEKASI AKAN SEGERA DIPERIKSA
Pemeriksaan pejabat Pemkot Bekasi atas perkara dugaan suap menyuap di BPK Jawa Barat mulai menyentuh pucuk PNS. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemanggilan terhadap Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bekasi, Tjandra Utama Effendi. Sayang, pejabat yang masa pensiunnya sudah diperpanjang tiga kali itu memilih mangkir dari pemeriksaan.
Humas KPK Johan Budi mengungkapkan, kepada KPK Tjandra beralasan ada tugas lain yang tidak bisa ditinggalkan sehingga tak bisa memenuhi panggilan komisi antikorupsi. ’’Alasannya ada tugas lain. Tapi, nanti akan kami jadwalkan ulang pemanggilannya,’’ ungkap Johan kepada Radar Bekasi di kantor KPK.
Dikatakan Johan, pihaknya memberi batas toleransi hingga tiga kali kepada pejabat yang mangkir dari pemeriksaan. ’’Minggu depan kita panggil lagi. Kalau tidak datang juga sampai panggilan ketiga kami jemput,’’ ungkapnya.
Sejauh ini, sambung pria berkacamata ini, sejatinya pemanggilan kepada Sekda Tjandra Utama untuk dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap menyuap kepada BPK Jawa Barat yang diduga dilakukan dua tersangka HL dan HS. Keduanya, Herry Supardjan (HS), kabid Aset dan Akutansi serta Herry Lukman Tohari (HL), kepala Inspektorat Kota Bekasi.
’’Kami ingin minta keterangan yang bersangkutan (Tjandra, red) sebagai saksi guna melengkapi penelusuran KPK terkait kasus suap ke BPK Jawa Barat untuk laporan keuangan APBD 2009 menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP),’’ papar Johan lagi.
Di hari yang sama, Komisi A DPRD Kota Bekasi memanggil Sekda Kota Bekasi Tjandra Utama Effendi dan sejumlah pejabat eselon II. Dalam pertemuan yang digelar tertutup di gedung dewan, Sekda Tjandra tak hadir dengan alasan dipanggil KPK. ’’Sekda tidak datang. Alasannya dipanggil KPK,’’ ujar Sekretaris Komisi A Aryanto Hendrata.
Dalam pertemuan dengan politisi Kalimalang, itu hanya dihadiri Asda I bidang pemerintahan Gunung Hilman, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Dadang Hidayat, Kabag Bina Pemerintahan Aceng Solahudin dan masing-masing perwakilan dari Inspektorat, Satpol PP, dan DPPKAD yang diwakili Suwarli.
“Pertemuan ini hanya memastikan eksekutif agar pelayanan publik tetap lancar, terlebih pasca penangkapak HS dan HL banyak keluhan dari masyarakat tentang pelayanan Pemerintah Kota Bekasi yang sepi dari pejabat,” terang Aryanto usai melakukan pertemuan tertutup dengan wartawan.
Selain Sekda Tjandra Utama, dalam pemanggilan KPK Senin (5/7) kemarin, ada tujuh pejabat eselon II dan sekretaris dinas yang ikut dipanggil komisi antikorupsi untuk menelusuri kasus suap ini.
Mereka yang dipanggil kemarin, staf ahli wali kota bidang pembangunan Encu Hermana, asisten daerah (asda) II bidang pembangunan dan kemasyarakatan Zaki Oetomo, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Duddy Setiabudhi, Sekretaris Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Endar Marjani, Sekretaris Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Anni Tariny, Sekretaris Dinas Sosial Setiono, dan Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Kota Bekasi Cucu Much. Syamsudin.
Ditanya terkait suap yang dilakukan oleh HS dan HL apakah ada intruksi dari wali kota Mochtar Mohamad, Johan menyatakan sejauh ini proses pemeriksaan saksi masih dikembangkan intensif dari beberapa pejabat Pemkot yang sudah dipanggil KPK.
"Tidak menutup kemungkinan memang ada ke arah situ. Namun, tergantung dari hasil pemeriksaan terhadap saksi–saksi. Kita lihat saja nanti,” tandas Johan. Hingga saat ini, KPK baru menetapkan empat tersangka dalam perkara dugaan suap terhadap pejabat BPK Jawa Barat yang dilakukan pejabat Pemkot Bekasi. Empat tersangka itu, Kepala Inspektorat Kota Bekasi Herry Lukman Tohari (HL), Kepala Bidang Aset dan Akutansi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD), Herry Supardjan (HS), Kasub Auditoriat BPK Jawa Barat Suharto (S), dan Auditor BPK Jawa Barat III Enang Hermawan (EH).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar